SELAMAT DATANG DAN BERKUNJUNG DI ISP 68 BLOG
Ketika Minoritas Menertawakan Mayoritas - ISP68

Xticker

Merangkai Kata Merajut Asa

Definition List

   # 

Sabtu, 27 Oktober 2018

Ketika Minoritas Menertawakan Mayoritas


Seperti biasa tiap bangun tidur Mat Luntau menyambangi warung kopi Mang Abdi di Pasar Induk untuk minum kopi dan sarapan mie instant. Enaknya di warung ini Mat Luntau bisa bayar kes en deliperi ataupun kontan atau bayar beberapa hari kemudian, hehehe..... 

Selain itu kehadiran Mat Luntau juga selalu ditunggu oleh teman-temannya yang lain disitu. Pokoknya warung Mang Abdi sudah menjadi semacam kantor tak resmi Mat Luntau dan teman-temannya, karena nyaris tiap hari mereka nongkrong disitu.

Kali ini Mat Luntau agaknya terlambat datang 'ngantor' karena teman-temanya sudah lebih duluan nongkrong.

"Wah, bos kita kesiangan rupanya habis pesta tadi malam," celutuk Udin Hirang.

"Pesta dengkulmu. Tadi malam aku begadang membikinkan banner satu Caleg untuk dipasang di situs online," jawab Mat Luntau agak sebal ke Udin Hirang.

"Berarti cair dong bos," sahut Anang Cebong tersenyum.

"Tenang saja, ada kok kalau untuk bayar makan minum kalian semua," balas Mat Luntau yang disambut koor mantap........

Mat Luntau duduk lalu memesan segelas kopi hitam original agak pahit, mie instant pakai kuah dan sebungkus rokok mild.

Sambil menunggu pesanan, Mat Luntau melempar bahan pembicaraan.

"Dalam beberapa hari ini berita media cukup membosankan, mengulas masalah bendera saja," Mat Luntau membuka forum pembicaraan seraya membuka bungkus rokok pesanannya.

"Iya tuh, aku juga bosan beritanya seputar itu-itu saja, tak bosan apa," sahut Jono Kampret.

"Kira-kira menurut kalian siapa yang salah dalam masalah pembakaran bendera bertuliskan hurup Arab itu ?" tanya Anang Cebong.

"Kalau menurut aku sih yang jelas salah itu adalah yang membakar bendera," tegas Udin Hirang.

Pesanan kopi hitam original dan mie instant kuah Mat Luntau sudah di hadapan.

"Tunggu jawaban spekatakulerku usai menghabiskan mie instant ini," ujar Mat Luntau langsung menyendok mie ke mulutnya.

Teman-temannya pun dengan sabar menunggu Mat Luntau menghabiskan santapannya.

"Siapa yang salah ?" Mat Luntau memancing perhatian teman-temannya yang sejak tadi bengong dan menantikan jawaban spektakuler.

"Yang salah ada beberapa pihak; pihak pertama adalah Pemerintah yang tak tegas membuat aturan agar melarang sesuatu yang terkait keagamaan yang dianggap sakral dijadikan simbol atau atribut seperti bendera ataupun sejenisnya; umbul-umbul, pataka dan sejenisnya," jelas Mat Luntau.

Lalu.......

"Yang kedua adalah yang salah itu pembuat bendera, apakah itu perorangan, kelompok massa maupun organisasi massa, karena mereka memiliki tujuan agar mendapatkan legitimasi pengakuan mayoritas penganut agama yang simbolnya mereka gunakan, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan kontra produktif akan dianggap menyerang kaum mayoritas, padahal bisa saja tujuannya untuk kepentingan pribadi, kelompok dan golongan baik untuk keuntungan materi maupun kepentingan politis," kata Mat Luntau.

Dan.....

"Pihak lainnya yang patut dipersalahkan adalah yang membakar bendera padahal mereka tahu kalau yang mereka bakar itu adalah kalimat tauhid yang semestinya mereka simpan didalam hati sebagai keimanan dan diwujudkan pada perbuatan seperti tak membakar bendera itu."

"Selanjutnya apa lagi, bos ?" cetus Jono Kampret.

Mat Luntau menghidupkan sebatang rokok, menghisap dan menghembuskan asapnya ke udara, lalu menyeruput kopinya dengan nikmat.

"Kebanyakan orang kita itu awam terhadap hal-hal yang berbau Arab, selalu dikaitkan dengan agama, ya agama mayoritas negeri ini; Islam. Penggunaan hurup Arab pun dikaitkan dengan hurup tulisan di Quran. Padahal di negeri-negeri Arab sana apa saja ditulis menggunakan hurup Arab; di WC ada tulisan Arab, di bak sampah, di sandal dan sepatu yang diinjak oleh kaki, bahkan ada yang bertato dengan hurup Arab, dan sebagainya, lalu apakah itu semuanya ada kaitannya dengan Quran, jelas tidak."

Mat Luntau kembali menyeruput kopi hitamnya.

"Bisa saja ada orang yang iseng membuat bendera dengan kalimat dalam hurup Arab namun bukan kalimat tauhid tapi kalimat lain misalkan tulisannya; ini benderaku, buatanku sendiri, dan kupakai sendiri. Tapi karena tulisannya pakai hurup Arab lalu dianggap ayat suci, kemudian dia bakar, dan para orang awam mencak-mencak bikin kabar si Pulan telah membakar bendera bertuliskan ayat suci."

Halah...capek juga nulis isi kepalanya si Mat Luntau, hehehe......lanjut Mat.....

"Negeri ini tak sedang berperang dengan siapapun apalagi berperang melawan anak bangsa sendiri. Setahuku bendera bertuliskan kalimat tauhid itu dulunya dipakai oleh para tentara pasukan Islam ketika melawan para Tentara Salib yang ingin menguasai Yerusalem, digunakan oleh antara lain pasukan Salahuddin Al Ayyubi atau Saladin."

"Kita ini sedang ditertawakan oleh para saudara kita yang minoritas. Umat Nasrani nyatanya tak bikin bendera yang ada tanda salibnya. Yang membuat bendera tauhid itu kita orang Islam, yang membakarnya juga orang Islam, dan yang meributkannya pun para orang Islam. Seperti syair lagu dangdutnya Chaca Handika jadinya; bikin-bikin sendiri, bakar-bakar sendiri, tuding salah sendiri, ribut pun sendiri........."

Hening, masing-masing berpikir, mencerna jawaban spektakuker Mat Luntau yang sudah kehabisan ide, hehehe......