SELAMAT DATANG DAN BERKUNJUNG DI ISP 68 BLOG
Dewa Mabuk Itu Menyerah Oleh Liver - ISP68

Xticker

Merangkai Kata Merajut Asa

Definition List

   # 

Sabtu, 15 Maret 2014

Dewa Mabuk Itu Menyerah Oleh Liver

Ruang tamu tampak lengang saat aku menjejakkan kaki di halaman penginapan itu. Hanya beberapa kursi plastik yang berderet saling berhadapan dengan meja plastik pula di tengahnya. Tak tampak seorang tamu pun disana, juga penjaga penginapan yang menyambut kedatanganku.

Sudah tak kuingat berapa lama aku tak menginjakkan kaki di lantai kayu ulin penginapan itu. Mungkin sudah sekitar sepuluh minggu, atau tiga bulan.


Tak banyak yang berubah memang dengan penginapan kelas menengah itu. Pagarnya masih tetap dari kayu ulin yang tampak sudah keropos dan beberapa bagian terlepas. Halamannya masih tanah berpasir yang ditumbuhi rumput tipis. Dinding bangunan penginapan itu, yang terdiri dari kayu ulin pula, masih tetap kusam dimakan waktu, dengan kaca jendela yang dilapisi debu tipis terpaan dari jalan di depan penginapan. Temaram sore semakin menambah kusamnya pemandangan penginapan itu.

Sejenak aku ragu untuk meneruskan langkah memasuki penginapan. Andai saja pintu masuk penginapan itu tak terbuka, aku pasti membalikkan badanku untuk meninggalkan penginapan itu. Namun seperti biasa, meski tak ada seorangpun tampak di ruang tamu, aku tetap masuk langsung menuju ke kamar Bang Joni, pemilik penginapan tersebut.

Bang Joni kukenal sejak aku mulai menginjakkan kaki dan menetap di kota kecil ini. Sebelum aku mendapatkan rumah kos, aku sempat menginap beberapa hari di penginapan yang dikelola Bang Joni dengan istri dan kedua anaknya.
Bang Joni bagiku merupakan teman ngobrol yang mengasyikkan. Terkadang dia memainkan gitarnya sambil menyanyikan lagu-lagu The Mercy’s dan Panbers. Sambil asyik bermain gitar dan menyanyi, Bang Joni menikmati minuman keras kesukaannya, Topi Miring ataupun Mansion House. Tak jarang kami dengan ditemani kawan lainnya bermain remi, tapi tetap saja Bang Joni dengan ditemani minuman keras kesukaannya. Pokoknya tak ada hari tanpa minuman keras bagi Bang Joni. Dan aku pun tak jarang pula ikut mencicipi minumannya itu. Kami menggelari Bang Joni sebagai Dewa Mabuk.

Biasanya aku menyempatkan diri ke penginapan itu usai bekerja. Kalau tidak sore, kusempatkan malam mengunjungi Bang Joni di penginapannya.
Namun sejak kesibukanku bekerja menangani pembukaan lahan tambang batubara diluar kota, aku jarang pulang. Kalaupun pulang, tak cukup waktuku menyempatkan diri untuk sekedar menjenguk Bang Joni. Sialnya lagi aku tak pernah minta apalagi menyimpan nomor ponsel Bang Joni, sehingga tak bisa kontak-kontakan dengannya.

Aku terus melangkah masuk melewati beberapa ruang penginapan. Kamar Bang Joni berada di bagian belakang dekat dengan ruang dapur dan ruang makan. Terdengar suara seperti orang sedang menggoreng sesuatu ketika aku mendekati kamar Bang Joni.
Tampak kulihat istri Bang Joni, Mbak Atik yang rupanya sedangkan menggoreng sesuatu.
“Selamat sore, Mbak !” sapaku.
Mbak Atik tampak kaget saat memalingkan wajahnya ke arahku.
“Selamat sore. Waduh kaget aku,” sahut Mbak Atik sambil mendekap dada dengan sebelah tangannya.
“Kok sepi, Mbak ?” tanyaku sambil meraih sebuah kursi plastik lalu duduk dekat Mbak Atik yang meneruskan pekerjaannya menggoreng sayuran.
“Iya, sudah beberapa minggu ini sepi, jarang tamu yang menginap,” jawab Mbak Atik datar tanpa menoleh ke arahku.
“Bang Joni kemana, ya Mbak ?” tanyaku lagi.
Mbak Atik tak menjawab pertanyaanku kali ini. Ia tetap terus mengaduk-aduk gorengannya seolah tak mendengar pertanyaanku.
“Bang Joni pergi kemana, Mbak ?” ulangku.
Kali ini pun Mbak Atik tak menjawab pertanyaanku. Ia tampak meraih ujung bajunya menghapus sudut matanya. Kukira Mbak Atik sedang menitikkan air mata. Perasaan tak enak pun menyergap perasaanku.
Sekali lagi aku bertanya, “maaf Mbak, memangnya Bang Joni kemana ?”
Dengan kedua mata yang tampak basah, Mbak Atik menjawab lirih, “Bang Joni sudah meninggal lebih dari sebulan yang lalu, dia terserang penyakit liver.”