SELAMAT DATANG DAN BERKUNJUNG DI ISP 68 BLOG
Konfirmasi Dianggap Fitnah - ISP68

Xticker

Merangkai Kata Merajut Asa

Definition List

   # 

Kamis, 27 Februari 2014

Konfirmasi Dianggap Fitnah

Tak menunggu waktu lama aku pun menelpon Kapolres yang menjabat di wilayah kabupaten yang bertetangga dengan kabupaten tempat aku tinggal. Memang aku ditugaskan oleh redaksi koran-ku untuk mengcover 2 wilayah kabupaten.

Ceritanya barusan aku dapat informasi dari seorang adik kenalanku. Kakaknya yang membuka usaha tambang batubara, 2 unit alatnya ditangkap oleh Polres karena diduga melakukan aktivitas ilegal mining. Yang membuat jengkel adik kenalanku itu adalah, kakaknya dimintai tebusan sebesar Rp. 160 juta untuk unit excavator yang diamankan itu, dan uang tebusannya sudah diserahkan langsung ke oknum Kapolres. “Barusan beberapa jam yang lalu kami serahkan uangnya di rumah dinas pak Kapolres,” bebernya.

Aku menelpon oknum Kapolres yang mana kami sudah saling kenal, “halo, assalamu alaikum pak Kapolres. Saya dapat informasi bahwa Polres telah men-86-kan 2 unit excavator yang diamankan Polres dengan nilai Rp. 160 juta.”

Dijawab, “ya, apa ? Kamu jangan macam-macam main tuduh, itu fitnah.”

“Saya tidak menuduh, yang saya lakukan adalah konfirmasi sesuai dengan kapasitas selaku wartawan,” sahutku.

“Apa kamu pikir jadi wartawan itu bisa seenaknya ngomong begitu,” suara oknum Kapolres itu meninggi.

“Yang saya inginkan adalah jawaban ya, atau tidak dari bapak,” balasku tak mau kalah.

“Sudah, begini saja, kamu saya persilakan menyeberang, temui saya di rumah dinas,” ujarnya kemudian menutup pembicaraan telpon.

Saya pun bergerak menuju dermaga speedboat untuk melakukan perjalanan ke kabupaten tetangga, menyeberangi selat sejauh sekitar 8 mil laut dengan naik speedboat carteran.
Sesampainya di tempat tujuan, saya minta antar ojek menuju ke rumah dinas oknum Kapolres itu. Kedatangan saya memang sedang dinanti. Ini tampak dari telah siapnya ajudan Kapolres di depan rumah. “Langsung masuk saja, pak. Kapolres sudah menunggu,” kata ajudan tersebut.

Saya dan oknum Kapolres itu pun sudah berhadap-hadapan. “Kamu itu bisa-bisanya langsung menuduh 86-kan alat tambang, kamu dapat info dari mana ?” Pancingnya.

“Maaf pak, saya tidak bersedia menyebutkan sumbernya, karena ini menyangkut hak tolak saya sebagai wartawan,” kelitku.

“Berarti kamu itu memang sengaja mau memfitnah,” serangnya.

“Saya punya nara sumber, bapak tak bisa mengatakan itu fitnah. Yang saya perlukan adalah jawaban dari bapak, apakah itu benar, atau tidak,” kataku.

“Saya tegaskan, info yang kamu dapat itu tidak benar ! Dan saya ingatkan kamu jangan coba-coba ingin mencari-cari kesalahan polisi. Apa kamu pikir wartawan itu tak pernah salah ?” Sentak si Kapolres.

“Saya tak mengatakan wartawan itu semuanya benar. Dan saya tak perlu takut bila saya tidak salah, bila saya salah pun, bapak boleh tangkap saya,” kataku tak mau kalah.

“Bukan maksud saya begitu. Yang jelas info yang kamu terima itu tidak benar,” katanya mengulang pernyataan.

“Oke, sesuai hasil konfirmasi ini, maka saya akan tulis pernyataan bapak ini berikut pernyataan nara sumber saya,” ujarku mengakhiri konfirmasi.

Saya meninggalkan rumah dinas oknum Kapolres dengan perasaan campur aduk ; penasaran, puas, sekaligus jengkel.
Penasaran karena tak berhasil mengorek info lebih jauh. Puas, karena sudah berhasil membuat si oknum Kapolres kelimpungan. Dan jengkel, sebab dituduh memfitnah, juga mesti keluar biaya ekstra membayar carteran speedboat pulang pergi.
Namun sejak kejadian konfirmasi itu, saya menjadi lebih dikenal oleh si Kapolres. Tiap kali saya minta konfirmasi terkait masalah yang ditangani Polres, si Kapolres selalu bilang, “pasti sukanya mencari berita kasus. Jangan-jangan kamu ini tidak bisa nulis berita bagus.”