ilustrasi : pngtree |
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kotabaru ternyata hanya berkisar 10 persen dari seluruh pendapatan.
Hal tersebut diungkap Sekdakab Kotabaru, Drs. Said Akhmad, MM pada kesempatan menghadiri kegiatan tahunan gebyar pekan panutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), belum lama ini yang diselenggarakan oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Kotabaru.
Ini artinya dari sekitar Rp 2,9 trilyun APBD Perubahan Kabupaten Kotabaru; PAD hanya berkisar Rp 290 milyar, selebihnya di APBD tersebut ditutupi dari Pemprop Kalsel (bagi hasil dari sejumlah sektor) sebesar 10 persen, dan 80 persen (dana perimbangan) berasal dari Pemerintah Pusat.
Menurut Sekdakab, oleh karena itu upaya untuk meningkatan pendapatan asli daerah harus terus dioptimalkan.
Memang bukan perkara mudah bagi daerah untuk menggali berbagai potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia untuk dapat menghasilkan PAD, sehingga Pemerintah Pusat pun dengan sangat ketat menerapkan syarat-syarat bagi permohonan untuk Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB) baik untuk pemekaran/pembentukan kota, kabupaten dan propinsi baru, karena akan berimbas terhadap pembiayaan di APBN.
Jika alasan sentral pemekaran ataupun pembentukan Daerah Otonomi Baru didasarkan pada percepatan dan pemerataan pelayanan kepada warga masyarakat, maka ini harus pula diimbangi dengan penghasilan bakal daerah otonomi baru itu, karena pelayanan sangat berkaitan erat dengan dana dan pembiayaan.
Kelemahan dari daerah-daerah di luar Pulau Jawa dalam hal menghasilkan PAD tampaknya adalah hanya mengandalkan sektor SDA yang berupa materi namun abai terhadap sektor jasa. Banyak sumber PAD di sektor jasa yang belum dimanfaatkan secara maksimal dan optimal disebabkan SDM yang belum mumpuni. Sebut saja sektor periklanan, jasa transportasi, layanan kepariwisataan, sektor akomodasi dan lainnya. (isp68™ - iii/ix/mmxxiii)