Suatu kali aku iseng bertanya kepada seorang kenalan yang duduk sebagai anggota DPRD setempat di daerahku. Keisenganku itu terbersit setelah melihat si anggota DPRD itu sedang asyik dengan gadget-nya, ponsel Nokia keluaran terbaru.
Pertanyaan isengku adalah, untuk keperluan apa saja ia memilih dan menggunakan ponsel Nokia keluaran terbaru yang harganya lumayan mahal itu. Ia pun menjawab singkat hanya untuk keperluan menelpon dan SMS-an.
Mendengar jawaban tersebut aku tak heran, karena kebanyakan para pengguna gadget mahal cuma untuk bergaya supaya dikatakan tak ketinggalan trend, dan ingin dianggap berduit, atau ingin diketahui kalau dirinya memang berduit.
Kupikir kalau cuma untuk menelpon dan SMS-an saja, kenapa tak memilih dan menggunakan ponsel yang memang fungsinya untuk itu saja, disamping itu harganya jelas murah dan sangat terjangkau.
Aku ungkapkan ke kenalanku tersebut, ponsel yang ia pegang itu punya beberapa fungsi lain seperti mengirim dan menerima foto, email, dan internet, serta berfungsi seperti halnya komputer. Tanggapan yang kudapat dari kenalanku itu adalah, ia tak bisa menggunakan fungsi-fungsi tersebut. Funsi lain selain menelpon dan SMS-an yang ia ketahui dan gunakan hanyalah untuk memoto (yg benar memfoto atau memoto, ya), mendengarkan lagu dan memutar video.
Pertanyaan iseng ini juga aku arahkan ke seorang kenalan lainnya, seorang pejabat di lingkungan Pemkab setempat, seorang Kepala Dinas. Pejabat ini menggunakan gadget Blackberry yang juga keluaran terbaru. Jawabannya serupa. Selain ia gunakan untuk BBM-an dengan beberapa rekannya sesama Pejabat dan bawahan, untuk fesbukan, selebihnya yaitu untuk mengikuti trend dan bergaya agar tak dibilang ketinggalan.
Dan kupikir lagi, bila sudah urusannya terkait dengan bergaya dan tak ingin dikatakan ketinggalan, maka berkaitan pula dengan pola hidup konsumptif. Tak masalah sebenarnya membeli benda yang mahal dan canggih jika memang dibutuhkan serta mengerti dan dapat menggunakan segala fungsi benda tersebut. Akhirnya semua tentu kembali kepada sebuah ungkapan “the man behind the gun”, bukan bendanya, tapi orang yang berada dibalik penggunaan benda tersebut.