Pagi itu aku menyeberang dari kota tempat tinggalku ke Kotabaru, tempat kelahiranku yang terletak di Pulau Laut yang terpisah dari daratan pulau Kalimantan. Aku dan seorang teman mengendarai mobil menumpang kapal ferry penyeberangan.
Di ferry, sekitar beberapa meter tempat kami duduk tampak seorang wanita muda lumayan cantik, berkulit bersih dengan rambut sebahu yang dicat agak pirang. Wanita muda itu pun duduk bersama seorang teman wanitanya.
Sedari tadi sejak kami duduk, aku terus memperhatikan wanita cantik itu mengutak atik gadget Blackberry miliknya dari tipe terbaru. Mungkin pikirku wanita itu kalau tak sedang asyik BBM-an, Facebook-an, ataupun Twitter-an.
Rupanya pandanganku ke arah wanita itu mendapat perhatian dari temanku. “Sedari tadi matamu tak lepas memandang ke arah wanita cantik itu,” bisik temanku sambil menyenggol pinggangku.
“Iya. Asyik benar wanita itu rupanya BBM-an, Facebook-an, atau sedang Twitter-an,” sahutku pula setengah berbisik takut kedengaran penumpang lainnya.
“Ah, mana mungkin BBM-an, Facebook-an, apalagi Twitter-an, paling-paling asyik main game,” kata temanku hampir terkekeh.
“Lho kenapa memangnya ?” tanyaku heran.
“Ya aku tahulah tentang dia. Aku kenal lama kok ke dia,” balas temanku.
Aku penasaran dengan jawaban temanku yang kurang lengkap mengenai wanita itu.
“Kok kamu tahu kalau dia cuma main game ?” tanyaku lagi.
“Kasian dia itu. Penampilan keren, orangnya cantik pula, tapi tak bisa baca tulis,” sahut temanku akhirnya buka rahasia tentang wanita cantik itu.
“Hah ?” cuma itu yang keluar dari mulutku tanda heran.
Aku pun terdiam setelah mendengar penuturan temanku itu.
“Kamu pasti tak percaya dengan perkataanku,” ujar temanku sambil bangkit dari duduk dan berjalan ke arah wanita dan temannya itu. Sementara aku hanya diam di tempat belum sempat menyahut perkataan temanku tadi.
Kulihat temanku itu kemudian menyapa wanita itu, dan tampaknya mereka memang saling kenal. Aku tak dapat mendengar percakapan mereka karena terganggu suara mesin kapal yang mulai bergerak menjauhi dermaga.
Tak berapa lama temanku pun kembali duduk di sampingku.
“Kamu percaya kan dengan perkataanku ?” tanya temanku.
“Ya, aku percaya. Cuma sangat menyayangkan saja, cantik, keren, tapi buta huruf,” ujarku dengan wajah iba.
“Makanya bila melihat sesuatu jangan selalu dari luarnya saja,” sembur temanku seolah menceramahiku.
“Sialan kamu,” sahutku seraya mengambil sebatang rokok dan menyulutnya.
Kupikir memang benar kata temanku, kita selalu saja melihat sesuatu dari luarnya saja, sedangkan kita belum tentu mengetahui yang sebenarnya secara keseluruhan.
Sungguh sangat disayangkan, rupanya orangtua si cantik itu mengabaikan pendidikan anaknya.
Di ferry, sekitar beberapa meter tempat kami duduk tampak seorang wanita muda lumayan cantik, berkulit bersih dengan rambut sebahu yang dicat agak pirang. Wanita muda itu pun duduk bersama seorang teman wanitanya.
Sedari tadi sejak kami duduk, aku terus memperhatikan wanita cantik itu mengutak atik gadget Blackberry miliknya dari tipe terbaru. Mungkin pikirku wanita itu kalau tak sedang asyik BBM-an, Facebook-an, ataupun Twitter-an.
Rupanya pandanganku ke arah wanita itu mendapat perhatian dari temanku. “Sedari tadi matamu tak lepas memandang ke arah wanita cantik itu,” bisik temanku sambil menyenggol pinggangku.
“Iya. Asyik benar wanita itu rupanya BBM-an, Facebook-an, atau sedang Twitter-an,” sahutku pula setengah berbisik takut kedengaran penumpang lainnya.
“Ah, mana mungkin BBM-an, Facebook-an, apalagi Twitter-an, paling-paling asyik main game,” kata temanku hampir terkekeh.
“Lho kenapa memangnya ?” tanyaku heran.
“Ya aku tahulah tentang dia. Aku kenal lama kok ke dia,” balas temanku.
Aku penasaran dengan jawaban temanku yang kurang lengkap mengenai wanita itu.
“Kok kamu tahu kalau dia cuma main game ?” tanyaku lagi.
“Kasian dia itu. Penampilan keren, orangnya cantik pula, tapi tak bisa baca tulis,” sahut temanku akhirnya buka rahasia tentang wanita cantik itu.
“Hah ?” cuma itu yang keluar dari mulutku tanda heran.
Aku pun terdiam setelah mendengar penuturan temanku itu.
“Kamu pasti tak percaya dengan perkataanku,” ujar temanku sambil bangkit dari duduk dan berjalan ke arah wanita dan temannya itu. Sementara aku hanya diam di tempat belum sempat menyahut perkataan temanku tadi.
Kulihat temanku itu kemudian menyapa wanita itu, dan tampaknya mereka memang saling kenal. Aku tak dapat mendengar percakapan mereka karena terganggu suara mesin kapal yang mulai bergerak menjauhi dermaga.
Tak berapa lama temanku pun kembali duduk di sampingku.
“Kamu percaya kan dengan perkataanku ?” tanya temanku.
“Ya, aku percaya. Cuma sangat menyayangkan saja, cantik, keren, tapi buta huruf,” ujarku dengan wajah iba.
“Makanya bila melihat sesuatu jangan selalu dari luarnya saja,” sembur temanku seolah menceramahiku.
“Sialan kamu,” sahutku seraya mengambil sebatang rokok dan menyulutnya.
Kupikir memang benar kata temanku, kita selalu saja melihat sesuatu dari luarnya saja, sedangkan kita belum tentu mengetahui yang sebenarnya secara keseluruhan.
Sungguh sangat disayangkan, rupanya orangtua si cantik itu mengabaikan pendidikan anaknya.