Setiap kali akan mengisi BBM di SPBU, selalu saja penuh dengan kendaraan bermotor yang berjubel antri. Menjengkelkan. Terpaksa membeli BBM yang dijual di pedagang eceran yang harganya lebih mahal Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per liternya.
Kendaraan yang berjubel antri itu ternyata sebagian besar adalah para ‘pelangsir’, sebutan untuk mereka yang membeli BBM dalam jumlah banyak secara berkali-kali, dikumpulkan untuk kemudian dijual lagi dengan harga lebih mahal.
Berkali-kali hal itu disampaikan kepada pihak terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan maupun kepolisian, mereka merespons dengan melakukan penertiban, namun setelah itu kembali lagi para pelangsir berjubel dan antri di tiap SPBU. Padahal di tiap SPBU ditempatkan anggota kepolisian yang dimaksudkan untuk mencegah para pembeli yang menyalahgunakan BBM yang dibelinya, bukan malah menghentikan para pelangsir, justru semakin menambah banyak.
Dari informasi beberapa pelangsir sendiri, diantaranya terdapat oknum kepolisian yang juga ikut melangsir dengan menggunakan orang lain yang dimodali.
Adapun pihak SPBU sendiri tak bisa berbuat apa-apa. Tak jarang pihak pengelola SPBU mendapat intimidasi maupun ancaman dari para pelangsir jika tak bersedia menjual BBM ke mereka. Ada pula oknum pengelola SPBU yang nakal yang justru bekerjasama dengan para pelangsir, sengaja memberikan jatah tertentu dengan konsekuensi para pelangsir itu membeli BBM bersubsidi sedikit lebih mahal.
Akan halnya pihak SPBU senang-senang saja bila pembelian dalam jumlah banyak, karena stok mereka akan cepat habis, dan besok harinya kembali akan dapat pasokan baru.
Sempat juga masalah pelangsiran ini aku konfirmasikan ke pihak Depo Pertamina di Kotabaru. Pertanyaanku waktu adalah, tidakkah pihak Pertamina menghentikan pasokan BBM bersubsidi kepada SPBU yang ketahuan menjual BBM-nya ke pelangsir.
Jawaban pihak Depo Pertamina pada waktu itu adalah, mereka tak dapat melakukan tindakan seperti itu. Pihak Depo mengaku hanya sebagai distributor penjual. Akan halnya barang yang sudah dikeluarkan dari Depo Pertamina, bukan lagi tanggung jawab mereka. “Minyak yang sudah kami jual, bukan lagi menjadi urusan dan tanggung jawab kami. Terserah minyak itu mau mereka minum atau dibuat untuk mandi,” keterangan Kepala Depo Pertamina waktu itu.
Kalau sudah begitu, tak ada lagi yang bisa dilakukan. Minyak yang proses pembuatan dan produksinya panjang serta rumit, disamakan dengan air minum atau air mandi. Padahal antara keduanya dibedakan oleh adanya subsidi dari pemerintah yang nilainya sangat besar.