Kenapa kegiatan penambangan batubara tanpa ijin di wilayah Kabupaten Kotabaru Kalsel, terutama di kawasan Kelumpang dan Pamukan tetap tak bisa diberantas ? Tanyakan kepada Polda Kalsel hingga institusi bawahannya yang berada di kabupaten (Polres) dan kecamatan (Polsek).
Propinsi Kalsel merupakan wilayah dimana etnis Banjar menjadi pribumi, sehingga Kalsel identik dengan sebutan “Tanah Banjar”. Saya meminjam istilah yang diciptakan oleh Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan RI. Beliau mengistilahkan para penambang batubara tanpa ijin itu dengan sebutan Taliban; Tambang Liar Ala Banjar.
Ada pula istilah untuk para penjarah SDA itu dengan sebutan penambang Spanyol, akronim dari Sparo Nyolong. Para penambang model ini sebenarnya mereka memiliki perijinan. Namun karena di lokasi dimana yang disebutkan dalam perijinan itu depositnya kurang tebal, atau tipis, tidak feasible, mereka melakukan aktivitas diluar dari lokasi yang telah ditentukan dalam perijinan.
Tapi tampaknya sebutan “Spanyol” itu sudah bergeser dari maksud awalnya. Karena mereka yang melakukan kegiatan penambangan batubara yang murni ilegal, juga disebut penambang Spanyol. Jadi istilah Spanyol ini pun tak relevan lagi dengan kepanjangan “Sparo Nyolong”, tapi sudah menjadi “Semua Pada Nyolong”.
Keterlibatan Oknum Aparat.
Sudah bukan rahasia jika dalam kegiatan penambangan tanpa ijin terdapat keterlibatan oknum aparat, terutama aparat dari Kepolisian. Karena dari Korps Kepolisian lah menjadi ujung tombak penegakan hukum (law emporcement). Keterlibatan para oknum itu bisa berupa tindakan back up (beking), ataupun bersikap seolah-olah tidak tahu kalau terdapat kegiatan penambangan liar di wilayah hukumnya.
Jika kondisi seperti tersebut diatas, maka dipastikan penegakan hukum tak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan setiap orang. Keterlibatan oknum ini tentu berkaitan dengan “bagian” atau jatah dari para pelaku penambang liar. Makanya tak perlu heran, para pejabat Kepolisian yang pernah bertugas di Kotabaru, Tanah Bumbu, dan Tanah Laut, dimana paling banyak kegiatan pertambangan; dipastikan membawa banyak “sangu” ketika sudah dimutasi.
Kawasan Kelumpang dan Pamukan marak tambang liar.
Terkecuali pihak Kepolisian tiap hari melakukan patroli tambang, sehingga kegiatan penambangan liar bisa berhenti dan hilang. Tapi apa pihak Kepolisian mau ? Mestinya harus mau. Karena kekayaan SDA milik negara yang dicuri dari dalam perut bumi itu luar biasa nilainya. Itu belum termasuk kerusakan alam yang ditimbulkannya. Maka akan lebih baik negara menambah biaya operasional untuk pengawasan daripada membiarkan SDA dicuri dan alam menjadi rusak parah dan bencana alam mengintai serta siap melanda.
Berdasarkan informasi dari warga di Desa Geronggang Kecamatan Kelumpang Tengah Kabupaten Kotabaru Kalsel, setelah pihak Kepolisian melakukan operasi penertiban beberapa waktu lalu, dan berhasil mengamankan 2 unit peralatan berat yang digunakan untuk menambang liar, kini para penjarah itu kembali melakukan aktivitas.
Warga menyebut kawasan Gunung Kambat yang termasuk wilayah Kecamatan Kelumpang Utara, menjadi lokasi kegiatan para penambang liar. Sebelumnya mereka melakukan kegiatan di kawasan Pit 20 dalam konsesi PKP2B milik PT. Arutmin Indonesia Tambang Senakin. Kawasan lainnya yang juga sempat mereka rambah adalah Tanah Rata, Wilas, Sabuli, Pit 10 dan Sakalayung hingga memasuki wilayah Kecamatan Sampanahan.
Menurut sumber disana, pihak PT. Arutmin Indonesia Tambang Senakin menutup kawasan Pit 20 yang sebelumnya ramai dirambah oleh para penambang liar. Hasil investigasi penulis langsung ke semua lokasi kawasan itu menemukan puluhan peralatan berat jenis excavator dengan berbagai merk dan type. Mereka menggunakan hampir semua merk excavator; Caterpillar, Komatsu, Hitachi, Hyundai, dan Volvo. Peralatan berat itu dibawa melewati wilayah Kabupaten Tanah Bumbu melalui jalan Sembuang ke Desa Geronggang sebelum menuju lokasi. Dan ironisnya lagi, setiap kali penganggkutan peralatan berat itu justru selalu dikawal oleh anggota kepolisian.
Puluhan alat berat yang beroperasi cuma 2 yang ditangkap.
Ini ironis pula. Investigasi langsung oleh penulis beberapa waktu lalu sebelum operasi penertiban, menemukan puluhan alat berat yang melakukan penambangan liar di berbagai lokasi kawasan. Anehnya hasil operasi penertiban yang dilakukan oleh pihak Kepolisian hanya berhasil mengamankan 2 unit saja. Kemana yang lainnya, apakah mereka bersembunyi masuk kedalam bumi ?
Jika alasannya rencana operasi bocor duluan sehingga para penambang liar sempat melarikan alat beratnya keluar lokasi, siapa yang membocorkannya ? Bukankah yang mengetahui rencana operasi pihak Kepolisian itu adalah para anggota Kepolisian itu sendiri (?) Karena selama ini belum pernah terjadi pihak Kepolisian (Polda Kalsel) berikut dibawahnya yang mengumumkan akan melakukan operasi penertiban kepada publik. Rencana operasi pasti sebuah rahasia, dan yang membocorkan rahasia itu dipastikan mereka yang memegang rahasia.
*Tulisan ini diposting pertama kali pada 21 Juni 2013 di Kompasiana, blok keroyokan untuk para Jurnalis Warga (Citizen Journalist) yang dikelola oleh Grup Kompas Gramedia