Hukum di negeri ini tampaknya seperti menegakkan benang basah, sulit dan nyaris tidak mungkin. Banyak yang berpendapat hukum di Indonesia ini ibarat orang membelah bambu; satu diangkat lainnya diinjak. Jika rakyat kecil yang bersalah, hukum akan diterapkan sekeras-kerasnya. Tapi bila itu bagian dari sistem dan lingkaran kekuasaan, hukum sepertinya menjadi loyo dan ogah-ogahan.
Ini contoh kecil saja, karena yang besar-besar sudah sangat terlalu sering kita saksikan dan simak di media besar.
Beberapa hari lalu Polsek Satui Polres tanah Bumbu Polda Kalimantan Selatan menangkap dan mengamankan 4 pelaku pemerasan yang mengaku sebagai anggota Polda Kalsel.
Para tersangka masing-masing bernama Gugun (35), Tana (36), Dartonaji (24), dan Arlan (27). Menurut informasi dari para supir truk, tindakan pemerasan itu bukanlah yang pertama kali dilakukan para tersangka.
Aksi mereka tersebut dilakukan pada malam hari dengan menggunakan senjata api laras panjang rakitan. Para pelaku juga mengaku sebagai anggota kepolisian dari Polda Kalsel untuk menggertak korbannya, dan tidak segan-segan mengeluarkan tembakan peringatan jika ada sopir yang menolak permintaan mereka.
Bukan hanya truk bermuatan yang jadi sasaran para pelaku, namun terkadang truk tanpa muatan pun ikut jadi sasaran. Mereka meminta paksa para sopir untuk memberikan uang sebesar Rp. 500 ribu. Diduga para pelaku juga sering beroperasi di jalan ex HPH PT. Alam Unda di wilayah Desa Sumber Arum dengan modus operandi yang sama.
Tertangkapnya keempat pelaku pemerasan tersebut berawal dari informasi salah seorang sopir truk yang pada malam itu juga sempat menjadi sasaran mereka. Pihak Pos Polisi di Desa Bukit Baru yang menerima laporan langsung meminta bantuan ke Mapolsek Satui untuk melakukan pengejaran terhadap para tersangka, yang akhirnya berhasil menangkap dan mengamankan barang bukti berupa 2 pucuk senjata api laras panjang rakitan (1 pucuk dalam kondisi rusak) lengkap dengan 12 butir peluru tajam yang masih aktif serta selongsong dan proyektil buatan yang sudah sempat digunakan.
Kapolsek Satui, Iptu Theodorus Priyo dan Kanit Reskrim Polsek Satui, Ipda H. Sunaryo membenarkan pihaknya telah menahan keempat pelaku tersebut.
Menurut anggota polisi itu pula, saat ditangkap dan diamankan, oknum TNI berpangkat Praka berinisial J itu merupakan anggota dari Kompi 623 Sungai Ulin Banjarbaru. Diketahuinya identitas oknum yang bersangkutan dari kartu anggota TNI yang sempat diminta oleh petugas kepolisian. Dan ketika itu si oknum TNI yang nakal itu sedang mengenakan pakaian dinas lapangan.
Karena seorang pelaku merupakan anggota TNI, maka oleh pihak kepolisian diserahkan ke Koramil. Namun oleh Danramil setempat, oknum tersebut dikembalikan ke kesatuannya tanpa diketahui bagaimana tindak lanjutnya.
Danramil Satui, Kapten Aris ketika ditanya wartawan terkait dugaan keterlibatan seorang anggota TNI AD dalam aksi pemerasan itu, menampik dengan mengatakan yang bersangkutan tidak terlibat, hanya kebetulan sedang berada di TKP. Keberadaan oknum itu menurut Danramil adalah untuk keperluan menyerahkan beberapa proposal ke para pengusaha. Bahkan ia meminta pihak media agar jangan menulis pemberitaan yang membawa-bawa nama anggota TNI AD tersebut.
Lain keterangan Danramil, lain pula keterangan dari 4 pelaku lainnya. Mereka mengungkapkan justru yang membuat dan merakit senjata api laras panjang tersebut adalah oknum TNI AD tersebut. Bahkan sepucuk senjata apai yang digunakan untuk melakukan pemerasan tersebut sempat dibuang oleh oknum itu ketika anggota kepolisian melakukan penangkapan dan pengamanan terhadap para pelaku.
Sungguh tidak logis alasan yang mengatakan oknum yang bersangkutan malam-malam sedang akan menyerahkan proposal.
Inilah potret ketidak berpihakan hukum kepada warga atau masyarakat biasa. Seorang berpangkat prajurit saja dibela oleh entah teman, rekan, atasan, atau bekas atasannya, meskipun perbuatannya salah. Apalagi jika yang melakukan kesalahan itu berpangkat perwira, atau jenderal misalnya, sudah dapat kita bayangkan, mereka pasti mati-matian membelanya dengan dalih demi nama baik korp, institusi, lembaga, atau apalah lagi sebutannya.
Mereka lebih sayang nama korp atau nama kelompoknya menjadi tercemar oleh hal dan perbuatan tercela ketimbang nama baik negara ini di mata seluruh rakyatnya. Kalau sudah begini, apa kata dunia ? Maka akhirat lah yang akan menjawabnya kelak.