SELAMAT DATANG DAN BERKUNJUNG DI ISP 68 BLOG
Pilkada Jakarta dan Asli Urang Banua - ISP68

Xticker

Merangkai Kata Merajut Asa

Definition List

   # 

Jumat, 14 Maret 2014

Pilkada Jakarta dan Asli Urang Banua

Untuk sementara menurut hasil quick count beberapa pihak, Pilkada DKI Jakarta memunculkan nama pasangan Joko-Ahok yang mengungguli perolehan suara pasangan Foke-Nara, yang mana Foke adalah incumbent, dan digadang-gadang sebelumnya bakal banyak dapat dukungan serta akan menang mudah dari para lawannya. Ternyata prediksi untuk pasangan Foke-Nara meleset.

Itu Pilkada DKI Jakarta, saudara saudari. Akan sangat jauh berbeda dari Pilkada yang digelar di daerah. Pilkada di Kalimantan Selatan tentu tak bisa disamakan dengan di DKI Jakarta yang kebanyakan warganya adalah pendatang, sedangkan warga Betawi yang mengklaim sebagai pemilik Jakarta justru adalah minoritas.

Saya berani pastikan jika pasangan Joko-Ahok mencalon Gubernur di propinsi kami, Kalimantan Selatan, tak bakal bisa mengungguli calon Gubernur yang berasal dari etnis setempat, etnis Banjar. Karena etnis Banjar lebih banyak jumlahnya ketimbang etnis pendatang, meski di beberapa daerah kabupaten/kota terdapat warganya yang mayoritas pendatang.
Budaya etnis Banjar tentu sangat berbeda dengan Betawi dalam banyak hal termasuk mungkin yang menyangkut sentimen kesukuan.


Saya masih ingat saat Pilkada Gubernur kalimantan Selatan pada 2010 lalu, seorang calon Gubernur yang lahir dan besar di wilayah Kalimantan Selatan, dan berkarya serta mengabdi di Kalimantan Selatan pula, namun karena asal usul dan latar belakangnya berasal dari etnis Bugis, calon tersebut keok oleh calon incumbent. Padahal calon tersebut namanya santer di seantero Kalimantan Selatan.

Hanya kalimat pendek yang mengalahkan calon Gubernur yang berlatar belakang etnis non Banjar itu, “Asli Urang Banua”, cukup 3 kata saja yang artinya Putra daerah asli.
Para tokoh etnis Banjar cuma akan bertanya begini kepada calon pemilih sesama etnis Banjar, “Kadada lagi kah urang Banjar nang pintar maka urang lain nang dipilih ?”, maksudnya; tak adakah lagi orang Banjar yang pintar sehingga mesti memilih orang lain ? Atau, “Rila kah bubuhan ikam kalu tanah Banjar ini diparintah ulih urang luar ?” yang maksudnya; rela kah kalian jika tanah Banjar ini diperintah oleh orang luar ?
Jawabannya, pasti setiap etnis Banjar tak akan rela jika sampai diperintah oleh pemimpin dari etnis lain.
Sebetulnya saya juga yakin kalau orang Betawi pun menghendaki yang menjadi Gubernur DKI selalu dari etnis mereka. Tapi apa daya, mereka hanyalah minoritas di tanah mereka yang dijadikan ibukota negara.