Pemilu 2019 telah usai beberapa minggu lalu, tinggal menunggu hasil pengumuman resmi dari Komisi Pemilu. Pembicaraan seputar Pemilu pun mulai agak berkurang terkecuali masih tetap eksis di berbagai media sosial.
Di kampung Sukasuka (nama fiktif) warganya pun sudah jarang yang membicarakan terkait Pemilu kecuali hanya beberapa warga yang sok peduli masih saja ngobrol di warung kopi.
"Pokonya kalau Prabowo sampai kalah itu pasti dicurangi," cetus Mono, seorang pedagang ikan keliling yang sangat antusias kalau Prabowo jadi terpilih sebagai Presiden harga-harga Sembako akan turun, padahal dia sendiri tidak mikir kalau ikannya pun akan ikut turun harga.
"Mana bisa begitu, logika dari mana itu ingin menang tapi ngotot teriak dicurangi ?" sembur Punding, Ketua RT yang sangat mengidolakan Presiden yang sedang berkuasa, Jokowi.
"Bisa, memang potensi dicurangi itu besar sekali. Apa yang tak bisa dilakukan oleh pihak pengusaha ?" balas Mono sengit.
"Kalau ngomong itu ya mbok pakai data jangan cuma pakai perkiraan dan emosi semata," balas Punding bersikap bijak.
Pembicaraan pun agak mulai panas sepanas air kopi yang dihidangkan oleh Bu Dijah, pemilik warung kopi di pojok pasar induk. Apalagi telah mulai bergabung warga lainnya ke warung itu.
"Seru amat rupanya obrolan kelean ini, kedengarannya ada sebut-sebut Pemilu sama Presiden," ujar Togar sembari ikut duduk sambil pesan segelas kopi.
"Iya nih Lei Togar. Ini lho soal indikasi kecurangan di Pilpres," kata Mono.
"Oh ya. Curang itu sudah perkara lumrah di setiap kompetisi apapun tak terkecuali kompetisi politik seperti Pemilu dan Pilpres, hanya saja siapa yang duluan teriak curang," sahut Togar tanpa ekspresi.
"Maksudnya bagaimana itu Lei Togar ?" tanya Punding kurang paham maksud si Togar.
Togar menyeruput kopinya lalu menyalakan rokok sebelum menjawab pertanyaan Punding.
"Begini lho pak Ketua RT.....biasanya yang teriak curang duluan itu yang sebetulnya dari niat hingga pelaksanaan melakukan kecurangan. Karena sudah berlaku curang saja mereka tetap kalah, maka pihak yang dianggap menang lah yang dituding melakukan kecurangan. Biasalah itu mana ada copet yang ketahuan mau mengaku copet paling-paling malah yang kecopetan diteriaki copet, hehehe.......," Togar berandai.
"Ga boleh begitu perandaiannya, ini soal kecurangan Pilpres tak ada kaitannya dengan soal copet," protes Mono tak terima.
Sementara itu Ketua RT senyum-senyum mendengar argumen Togar dan protes Mono, karena Togar agaknya memihak ke Ketua RT.
Togar pun kembali menyeruput kopinya.
"Mas Mono kan pedagang ikan. Kalau pembeli ingin agar mengetahui mas jualan ikan, maka mas Mono kan teriaknya ikan.....Yang jualan tahu akan teriak tahu, yang sayur teriaknya sayur.....yang menjajakan tempe pasti teriaknya tempe........dan....yang jualan curang ya pasti teriaknya kencang curang........hehehe.......," Togar terkekeh, membuat Mono pun jadi terpojok kehabisan argumen.
"Sudahlah saudara sekalian....kita tunggu saja keputusan KPU, siap-siap menerima apakah menang atau kalah, yang jelas semua itu telah melewati tahapan dan proses yang berdasarkan aturan yang dibikin oleh Pemerintah yang dalam hal ini bukan cuma Eksekutif tapi juga Legislatif dengan dibantu pengawasan dan penegakkan hukum oleh pihak Yudikatif. Sebagai warga negara yang baik marilah kita kembali bersatu meski beberapa waktu lalu sudah menentukan puluhan berbeda," kata Togar seolah sedang menyampaikan pidato kenegaraan.
Mendengar penuturan Togar semua pun akhirnya manggut-manggut termasuk Bu Dijah pemilik warung kopi meski ia sendiri tak sempat ikut nyoblos karena tak dapat undangan terkecuali malamnya malah dicoblos oleh suaminya, hahaha......(ISP)