SELAMAT DATANG DAN BERKUNJUNG DI ISP 68 BLOG
Cinta Tak Sekokoh Tembok Penjara - ISP68

Xticker

Merangkai Kata Merajut Asa

Definition List

   # 

Sabtu, 22 Maret 2014

Cinta Tak Sekokoh Tembok Penjara

“Aku beri kau talak satu. Mulai saat ini jangan lagi datang menengok aku kesini,” suara Fahmi tegas.

Kalimat itu diucapkan Fahmi di depan puluhan tahanan yang menjadi narapidana serta beberapa Sipir di Lapas kelas 3 di sebuah kota kabupaten.
Minah, istri Fahmi yang mendengar keputusan tersebut hanya bisa menunduk tanpa berani mengangkat mukanya memandang lelaki yang telah menikahinya sekitar 4 bulan lalu itu. Fahmi sudah tak mau mendengar alasan apapun yang keluar dari mulut Minah. Perasaannya terlalu sakit, dan keputusan itu ia ambil agar perasaannya tak terus menerus sakit dan mendalam sehingga berubah menjadi dendam.

Sempat pula terpikir dalam benak Fahmi untuk berbuat diluar nalarnya. “Tunggu saja hingga aku bebas, aku akan bunuh kalian berdua,” geram hati Fahmi jika mengingat cerita dan kabar tentang kelakuan istrinya dari teman-temannya yang datang menengoknya ke Lapas. Tapi pikiran kotor dan jahat itu selalu dapat ia tepis dengan rajin ikut mendengarkan acara siraman rohani yang dilakasanakan oleh pihak Lapas seminggu sekali. Dan selama berada di Lapas Fahmi lebih sering beribadah.
“Sudahlah, wanita bukan satu orang saja di dunia ini, masih banyak yang lebih baik. Mungkin dia bukan yang baik buat kamu,” hati Fahmi selalu berbisik manakala pikiran kotor dan jahat datang menggodanya jika mengingat istrinya diluar tembok penjara sana.

Usai mengucapkan kalimat talak, Fahmi membalikkan badannya meninggalkan tempat dimana ia dipertemukan dengan istri yang kini telah menjadi mantan istrinya itu.
“Terganggu mungkin pikirannya si Fahmi sehingga istri cantik begitu dicerai,” gumam Nurdin, salah seorang narapidana kasus pembunuhan yang dihukum 6 tahun.
“Aku rasa ada sesuatu yang membuat Fahmi mengambil keputusan seperti itu,” sahut Fandi, narapidana perampokan yang divonis 1,5 tahun.

Di ruang tahanannya Fahmi membaringkan badannya di tikar tipis yang terbuat dari anyaman sejenis pandan yang sudah tampak lusuh dan usang. Dengan berbantalkan sebelah tangannya, satu tangan Fahmi lainnya ia letakkan diatas dahi. Ia membayangkan Minah yang tinggi semampai berkulit kuning bersih dengan rambut sebahu, cantik memang istrinya yang telah ia talak barusan.

Pikiran Fahmi melayang jauh ke masa-masa ia pacaran dengan Minah kemudian menikah beberapa bulan lalu.
Minah yang cantik dan pandai bergaul, menjadi rebutan banyak pria di kampung. Fahmi yang pengangguran setelah berhenti berkerja pada sebuah perusahaan bidang perkayuan, beruntung bisa mendapatkan cinta Minah. Namun kiranya cinta Minah kepada Fahmi bukan cinta seutuhnya. Ada pria lain rupanya yang selama ini juga berada di sisi hati Minah. Pria itu memiliki istri dengan seorang anak.

Mengetahui cintanya berbagi dengan pria lain, Fahmi memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Minah.  Keputusan ini diambil Fahmi dengan pertimbangan sebelum dirinya terlanjur jauh dan mendalam mencintai Minah. Namun Minah menolak, lebih memilih Fahmi yang belum memiliki pekerjaan daripada pria yang sudah berkeluarga itu.
Fahmi tak mau begitu saja mempercayai keputusan Minah. “Kita mesti bertemu untuk memutuskan masalah ini; aku, kamu, dan pria itu,” pinta Fahmi.
“Ya, seharusnya memang begitu, supaya tak ada permasalahan lagi nantinya,” setuju Minah.

Pada hari yang ditentukan, berkumpullah mereka bertiga untuk mengetahui pilihan Minah terhadap Fahmi dan pria yang selama ini menjadi kekasihnya yang lain.
“Aku mengundurkan diri aja, biarlah mengalah demi kebahagian kalian,” ujar Fahmi tampak bijak, atau lebih kepada sikap pasrah.
“Tidak begitu, aku saja yang mengalah, karena aku masih sayang keluargaku,” kata pria itu yang memperkenalkan namanya sebagai Muhtar.
“Kalau begitu biarlah Minah saja yang menentukan pilihannya,” lanjut Fahmi.

Mendengar penuturan kedua pria yang selama ini mengisi hati dan hari-harinya, Minah menunduk seolah berpikir.
Akhirnya dengan menghela nafas yang dalam, Minah berujar sambil melangkah dan memeluk Fahmi, “Aku memilih abang saja.”

Mengetahui keputusan Minah, Muhtar hanya dapat menghela nafas dalam.
“Kini sudah jelas diantara kita. Aku berharap tak ada lagi masalah di kemudian hari,” kata Fahmi.
“Yah, aku juga berharap begitu, semoga kalian dapat berbahagia,” ujar Muhtar seraya bangkit menyalami Fahmi dan Minah, lalu ia membalikkan badan pergi.
Keputusan Minah lebih memilih Fahmi, membuat ia tak ragu lagi dengan kesungguhan cinta Minah. Fahmi merasa sangat beruntung; Minah yang cantik, Fahmi sangat mencintainya.

Nasib jualah kiranya yang membawa Fahmi mendekam di penjara. Tapi Fahmi berpikir ini merupakan risiko hidup. Kasus pengiriman kayu ke pulau jawa tanpa disertai dokumen ketika ia masih berkerja di perusahaan, mesti ia pertanggung jawabkan secara hukum. Kasus yang cukup lama ditutupi oleh perusahaan tempat Fahmi berkerja dulu, tercium oleh pihak Polda yang terus mengusutnya. Karena untuk melindungi mantan Bos-nya, Fahmi bersedia menyandang hukuman sendiri tanpa melibatkan siapapun, tentu saja termasuk si Bos.

Sudah sekitar 4 bulan Fahmi mendekam di Lapas sebagai tahanan Kejaksaan. Sudah beberapa kali persidangan, namun perkara Fahmi belum juga diputuskan di Pengadilan. Ini menjadi pikiran Fahmi, ditambah pikirannya terhadap istri dan keluarganya diluar sana.

Apa yang menjadi pikiran Fahmi selama beberapa bulan di penjara terhadap istrinya, terbukti.
Beberapa hari lalu seorang adik Fahmi menengoknya di Lapas.
“Aku sudah tak bisa menjaga istri abang,” ungkap Burhan, adik Fahmi dengan wajah muram merasa bersalah.
“Memangnya kenapa ?” tanya Fahmi berlagak tak mengerti.
“Mungkin abang sudah memikirkan dan merasakannya sendiri,” sahut Burhan.
“Ya, beberapa temanku yang datang kesini sudah cerita semua tentang Minah,” kata Fahmi.
“Abang saja yang berpikir dan mengambil keputusan terhadap masalah ini,” timpal Burhan.

Lebih seminggu yang lalu Fahmi terjaga dari tidurnya. Saat itu tengah malam, Fahmi usai bermimpi; bajunya yang paling ia suka dan sayangi hilang dicuri orang lain.
Sambil mengucek matanya, Fahmi berpikir tentang makna mimpinya itu, tapi ia tak menemukan makna pertanda dari mimpinya itu.
Keesokan harinya ia ceritakan tentang mimpinya itu ke salah seorang tahanan,” itu pertanda akan ada sesuatu yang paling kamu sayangi diambil atau direbut orang lain.”

Selama beberapa kali Minah menengok Fahmi di Lapas, selalu terlihat hal-hal aneh. Seingat Fahmi adalah Minah menjadi pesolek, namun selalu menghindar jika didekati. Suatu kali Ketika Minah datang menjenguk Fahmi, Minah datang dengan pakaian yang semua menutupi tubuhnya, padahal setahu Fahmi tidak suka berpakaian seperti itu, Minah suka berpakaian yang agak terbuka. 

Apa yang menjadi keputusan Fahmi menceraikan Minah, dan berbagai keanehan yang ada pada Minah selama ia di penjara, semua terjawab ketika Fahmi menghirup udara kebebasan. Minah berselingkuh dengan Muhtar yang mengambil kesempatan saat Fahmi mendekam menjalani hukuman.