SELAMAT DATANG DAN BERKUNJUNG DI ISP 68 BLOG
Ilmu Kebal Bekal Merantau - ISP68

Xticker

Merangkai Kata Merajut Asa

Definition List

   # 

Selasa, 11 Maret 2014

Ilmu Kebal Bekal Merantau

foto : cpc.blogspot.com
Saat aku masih remaja sering mendengar ungkapan para orangtua kami (etnis Banjar) terkait anak maupun kerabat yang bermaksud merantau keluar daerah atau daerah lain. Ungkapan tersebut adalah, “banyaki sangu kalu handak marantau”, yang artinya; banyaki bekal jika ingin pergi merantau.

“Sangu” atau bekal dalam ungkapan pengertian etnis Banjar, tak sekedar bekal barang maupun keahlian atau ilmu. Sangu, dalam istilah etnis Banjar pada jaman dulu bahkan hingga sekarang adalah yang terkait dengan ilmu kedigdayaan, ilmu kebal baik terhadap senjata tajam maupun ilmu hitam yang dapat mencelakakan.

Seorang etnis Banjar jaman dulu yang bermaksud pergi keluar daerahnya, istilahnya “madam”, yakni pergi mencari penghidupan di kampung orang, atau merantau pergi ke daerah yang jauh (luar pulau), biasanya akan mencari ilmu terutama ilmu kebal terhadap bacokan senjata tajam. Ini dimaksudkan untuk sebagai perisai atau menjaga diri dari orang lain yang bermaksud mencelakakan selama di perantauan.

Ilmu kebal yang digunakan bisa berupa semacam rajah oleh tuan guru yang ahli, bisa juga berupa benda atau minyak tertentu yang ditelan dengan menggunakan media seperti pisang, biasanya pisang emas yang sulit ditemukan di pasaran.
Pria dari etnis Banjar jaman dulu sangat menjunjung harga diri, tak jarang untuk urusan harga diri cara apapun akan dilakukan meskipun risikonya besar. Sehingga ada ungkapan “dalas mati jadi hantu kada hakun bakalah”, biarpun bakal mati jadi setan tetap tak mau mengalah.


Meski kini sudah banyak dari kalangan etnis Banjar yang terpelajar, belum menghapus tradisi tersebut. Di banyak daerah di wilayah Propinsi Kalimantan Selatan terutama di pelosok desa, tradisi ini masih berlaku, bahkan tak sedikit yang sudah terpelajar. Di kalangan masyarakat etnis Banjar terdapat ungkapan yang berlaku sejak jaman nenek moyang, yakni “jangan sampai rumput mangalah akan banua”, yang maknanya jangan sampai para pendatang mengalahkan pribumi yang empunya daerah.