Jika anda seorang wartawan, terutama wartawan baru, anda perlu mengetahui yang saya tulis ini.
Bagi para wartawan senior, saya pastikan hal ini sudah mereka ketahui. Saya hanya berusaha kembali mengingatkan.
Memanfaatkan berita wartawan lain.
Tak sedikit oknum wartawan memanfaatkan pemberitaan wartawan lainnya; yang mana beritanya menimbulkan dampak negatif terhadap seseorang atau beberapa orang objek berita, ataupun banyak orang.
Oknum wartawan itu datang menemui si objek berita sambil membawa media (koran, tabloid, majalah) yang memuat pemberitaan negatif mengenai dirinya. Ia tunjukkan pemberitaan tersebut sambil memprovokasi bahwa wartawan yang menulis berita tersebut merupakan seorang wartawan yang sulit dan tak bisa diajak berkoordinasi. Sambil memprovokasi, oknum wartawan itu menarik simpati objek berita seolah-olah ia yang peduli dan siap membantu. Dengan demikian si oknum wartawan bisa meraih keuntungan, biasa bentuknya berupa “amplop”.
Kebanyakan oknum wartawan seperti itu merupakan orang-orang yang mengaku berprofesi sebagai wartawan dengan memegang kartu pers; jarang sekali menulis berita kalau tidak ingin dikatakan tidak sama sekali. Mereka berada di tengah-tengah masyarakat, tak sedikit mengaku lebih hebat daripada wartawan sebenarnya yang setiap saat menulis berita. Disamping itu wartawan seperti ini memiliki pekerjaan lain, yang mana pengakuannya sebagai wartawan cuma sebagai atau dijadikan kedok untuk memperlancar pekerjaan utamanya.
Wartawan “Abal Abal” Perusak Dunia Pers.
Mereka yang mengaku sebagai wartawan dengan memegang kartu pers (press card), namun jarang menulis berita, atau bahkan tidak sama sekali; tak memiliki tanggung jawab profesi. Yang model beginilah yang seperti virus menggerogoti dunia pers dari dalam.
Mereka tak segan-segan melakukan tindakan diluar kode etik sebagai jurnalis, menghalalkan berbagai cara dengan tujuan untuk memperoleh materi. Disamping itu tak sedikit oknum wartawan yang dengan sengaja melakukan praktik premanisme jurnalistik; main intimidasi dan ancam terhadap objek berita. Tujuannya apalagi kalau bukan; lagi-lagi terkait materi.
Keberadaan Dewan Pers selaku “wasit” dalam percaturan praktik jurnalistik dan dunia pers, selama ini tampaknya hanya mengetahui dan menaruh perhatian terhadap hal-hal yang tampak dari luar, belum menembus ke hal-hal yang substansial.
Sebetulnya rusaknya reputasi dunia pers di negeri ini bukan berasal dari faktor eksternal, tapi berasal dan ditohok oleh faktor internal; dari para pelaku jurnalistik dan pers yang tak bertanggung jawab dan menjaga profesi sesuai kode etik dan aturan yang berlaku.