Ribut-ribut mengenai advokat yang menjadi pembela para koruptor, tentu bayarannya sangat besar. Untuk bisa meringankan hukuman yang bakal dijatuhkan terhadap kliennya, tentu pula bukan sembarang advokat yang dipilih, pasti yang sudah sangat berpengalaman dan memiliki ilmu hukum yang hebat dan luas, dan entah apalagi.
Sementara itu di seluruh wilayah negeri ini, setiap saat, setiap hari, banyak warga miskin yang terancam hukuman berat karena melanggar hukum; maling jemuran, maling ternak, jambret, copet, dan sederet tindak kejahatan kecil lainnya yang mereka lakukan dengan sadar dan terpaksa karena untuk tetap bisa makan, sebagian besar tak memperoleh pembelaan dari yang namanya lawyer; pengacara maupun advokat, jika tak ingin dikatakan tidak ada sama sekali.
Warga miskin itu sudah pasti tak akan mampu untuk membayar jasa seorang pengacara ataupun advokat. Untuk makan sehari-hari dengan layak saja mereka terpaksa melakukan tindak pidana. Kondisi seperti ini berbeda dengan para terdakwa maupun tersangka korupsi yang memiliki uang banyak (termasuk hasil dari korupsi), yang mampu membayar jasa lawyer.
Para koruptor besar di negeri ini sedang “naik daun”. Meski mereka dicap sebagai koruptor yang maling uang rakyat, mereka juga menjadi terkenal dengan gencarnya pemberitaan media massa yang tak kalah dengan pemberitaan para selebriti. Hukuman yang ditimpakan kepada para koruptor itu pun tak ada yang berat, tak seberat pelanggar UU Psikotropika yang dikatakan sangat membahayakan masa depan bangsa. Padahal antara koruptor dengan para pelanggar UU Psikotropika itu sama-sama sangat membahayakan masa depan bangsa.
Menjadi koruptor di negeri ini mungkin termasuk trend. Lebih enak mungkin kedengarannya di telinga kata-kata “mantan koruptor” daripada mantan maling, mantan rampok, mantan jambret, mantan copet, maupun mantan lainnya.
Para tahanan koruptor juga dibedakan dengan para tahanan para pelaku tindak pidana lainnya. Mereka tak dimasukkan dan digabung satu sel dengan para penjahat. Kemudian masih bisa punya banyak alasan untuk menunda-nunda panggilan aparat penegak hukum dengan alasan sakit, berobat keluar negeri, atau banyak alasan lainnya supaya bisa lepas dari jerat hukum. Ini tentu berbeda dengan maling jemuran; tak ada alasan apapun, diuber dan ditangkap, dimasukkan sel meski dalam kondisi sakit, atau bahkan mungkin sebelum dimasukkan sel terlebih dulu dipukuli oleh oknum polisi, dan tanpa pembelaan pula dari pengacara maupun advokat. Buat apa membela seorang maling jemuran ? Dia tak bakal mampu membayar jasa pengacara maupun advokat. Maka warga miskin di negeri ini tak memerlukan jasa seorang lawyer, yang memerlukan hanyalah para koruptor.