Sejak lama kue khas Bugis di pesisir tenggara pulau Kalimantan, atau tepatnya di Pagatan Tanah Bumbu Kalsel, diketahui tak menggunakan bahan pengawet buatan yang dapat membahayakan kesehatan konsumen, namun kini ceritanya sudah berbeda.
“Kanrejawa pute”, begitu kue khas itu disebut; berwarna putih, rasanya (aslinya) sangat manis.
Kue khas yang terbuat dari sedikit tepung, lebih banyak telur dan gula pasir itu, dulunya hanya dibuat menjelang lebaran, atau jika akan ada hajatan selamatan. Para pembuatnya pun adalah mereka yang keturunan Bugis. Namun kini kue tersebut tak hanya dibuat oleh para keturunan Bugis, tapi juga warga lainnya seperti etnis Banjar, Jawa, dan Madura yang bermukim di daerah Pagatan umumnya Tanah Bumbu.
Dan kini Kanrejawa Pute, atau Kue Putih itu kemunculannya tak lagi mesti menunggu menjelang lebaran atau akan ada hajatan, tapi sudah diproduksi secara massal, dijadikan dan dijual semacam untuk oleh-oleh atau cinderamata ketika mengunjungi Tanah Bumbu. Puluhan industri rumahan memproduksi kue khas tersebut.
Beberapa waktu lalu Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Bumbu Kalsel melakukan penelitian dengan mengambil beberapa sampel terhadap kue tersebut, dan hasilnya semua sampel positif bahwa kue yang banyak diminati para pengunjung itu mengandung bahan pengawet berbahaya, yakni jenis boraks. Keruan saja temuan itu menjadi berita tak enak bagi para produsennya. Mereka malah menuduh pihak Dinas Kesehatan berniat membunuh usaha mereka, sehingga pihak Dinas terkait pun melaporkannya ke BPOM Kalsel, yang berencana akan melakukan pertemuan dengan Dinas Kesehatan Tanah Bumbu dan para produsen kue itu pada pertengahan Januari 2013 nanti.
Beberapa warga yang sering mengkonsumsi kue tersebut angkat bicara. Menurut mereka sejak lama tak terdengar kue itu menggunakan bahan pengawet buatan. “Meski disimpan untuk waktu yang cukup lama, kue itu awet,” ujar seorang warga di Pagatan.
Sementara itu ada pula warga yang berpendapat digunakannya bahan pengawet itu disebabkan kue itu tak lagi dibikin oleh ahlinya, yakni para keturunan Bugis yang memang mewarisi semacam formula agar kue itu bisa awet dan tahan lama.
Nah, ada pula yang berpendapat digunakannya pengawet berbahaya itu oleh karena menirunya dari seringnya tayangan media televisi mengekspos masalah penggunaan bahan pengawet buatan.
Entahlah yang mana yang tepat dari pernyataan warga itu, semua ada benarnya. Tayangan televisi memang sangat mungkin dapat dijadikan semacam media untuk mencontoh berbagai hal termasuk penggunaan bahan pengawet buatan yang berbahaya untuk makanan dan minuman.
Agaknya bukan cuma masalah kue yang terindikasi menggunakan pengawet buatan berbahaya. Di Kotabaru, yang merupakan tetangga Tanah Bumbu, tak sedikit warga juga mengeluhkan adanya ikan kering yang bila digoreng akan mengeras seperti kerupuk. Keruan saja dugaan dan tudingan warga ke penggunaan pengawet buatan yang berbahaya. Dan lagi-lagi mereka juga menuding adanya peran media televisi yang menayangkan penggunaan bahan pengawet oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.
Bila sudah demikian, agaknya pihak media pun tentu tak ingin dipersalahkan begitu saja. Yang bijak kiranya pihak BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) di setiap daerah melakukan pengawasan ketat dan memberikan sanksi tegas terhadap mereka yang memperdagangkan, menggunakan dan menyalah gunakan bahan pengawet berbahaya.