Hari ini saya dua kali dikecewakan oleh sopir taksi di Surabaya. Ternyata masih terdapat sopir yang bermental bobrok, tak jujur, menukarnya dengan uang recehan.
Pertama, seorang sopir taksi dari salah satu perusahaan taksi argo yang beroperasi di Surabaya, saya lupa namanya. Saya menggunakan taksi ini untuk menuju suatu tempat. Saat saya tiba dan sampai di tujuan, saya lihat di display tarif tertera angka sebesar 14 ribu sekian. Saya pun mengeluarkan 2 lembar uang 10 ribuan, memberikannya ke sopir, begitu pintu taksi saya tutup, taksi pun melaju tanpa memberikan kembalian uang saya.
Kedua, saya dan 2 teman saya menggunakan taksi argo dari perusahaan bernama Mandala, dari suatu tempat menuju hotel. Seorang teman saya duduk di bagian depan bersebelahan sopir, sedangkan saya dan teman seorang lagi duduk di kursi belakang. Sesampai di hotel, kedua teman saya lebih dahulu keluar mobil. Sedangkan saya masih didalam merogoh kocek mencari uang untuk bayar taksi.
Sebelum naik taksi tadi kami sepakat dengan sopir tarif menuju hotel tanpa hitungan argo, tapi non argo, sebesar Rp 25 ribu.
Sebelum naik taksi tadi kami sepakat dengan sopir tarif menuju hotel tanpa hitungan argo, tapi non argo, sebesar Rp 25 ribu.
Di tempat tujuan, hotel tempat saya menginap, saya mengangsurkan uang lembaran Rp 50 ribu ke sopir, dikembalikan Rp 25 ribu, sudah benar. Tapi ini ternyata tidak benar, karena tanpa sepengetahuan saya, teman saya yang duduk di kursi depan samping sopir, telah membayar ongkos taksi tersebut sebelumnya. Artinya kami sudah membayar taksi 2 kali untuk tujuan yang sama. Uang kembalian yang diberikan sopir kepada saya itu adalah uang dari bayaran teman saya.
Sopir taksi Mandala kabur tancap gas, teman saya mengejarnya, tak keburu.
Sopir taksi Mandala kabur tancap gas, teman saya mengejarnya, tak keburu.
Sebetulnya saya tak masalah dengan kejadian seperti ini. Hanya saja sangat disayangkan perilaku sopir begini selain mencederai reputasi baik banyak sopir lainnya, juga membuat jelek nama perusahaan tempatnya bekerja. Teman saya yang asli Surabaya sangat menyayangkan perilaku sopir yang telah menukar kejujurannya menjadi tak jujur dengan imbalan uang kecil yang ia istilahkan recehan.