Dalam budaya masyarakat Banjar Hulu yang mendiami kawasan Banua Anam (Dulu Banua Lima) di wilayah Propinsi Kalimantan Selatan, masih sangat kental dengan tradisi bataguh atau ilmu kekebalan. Tradisi ini juga dikenal pada budaya masyarakat Banjar Batang Banyu, Banjar Kuala, dan Banjar Pulau (sebutan untuk suku Banjar yang mendiami pulau-pulau di wilayah Kabupaten Kotabaru).
Para pria dewasa yang akan pergi ke luar daerah untuk mencari usaha dan penghidupan, hingga kini masih terdapat yang membekali diri mereka dengan ilmu kekebalan terhadap senjata tajam.
Masih saya ingat di era tahun 1970-an dan 1980-an, ketika salah satu propinsi di Indonesia kala itu sering bergolak; Timor Timur (kini Negara Timor Leste) sering bergolak, para pemuda dari suku Banjar yang menjadi tentara dan akan dikirim ke medan tempur. sebagian besar dibekali dan menggunakan ilmu kekebalan. Tujuannya sudah pasti agar mereka dapat dengan selamat saat bertugas hingga kembali lagi ke kampung halaman.
Demi keselamatan tentara yang akan dikirim tersebut, tak hanya pihak keluarga yang sibuk mencarikan kekebalan, tapi juga para tokoh masyarakat bahkan tokoh agama. Keterlibatan mereka itu sudah mengarah ke sebuah prestise; mereka tak ingin mendengar ada tentara dari suku Banjar yang tewas di medan tempur. Tentara yang selamat di medan tempur hingga pulang ke kampung, akan disambut bak seorang pahlawan, dielu-elukan, dan seluruh warga kampung akan menjadikannya sebagai kebanggaan. Tapi sebaliknya jika si tentara tewas di medan tempur, seluruh warga kampung pun akan turut bersedih, dan ini bisa dianggap sebuah aib.
Ada beberapa wahana atau media yang diketahui sering digunakan para pria suku Banjar untuk mendapatkan kekebalan antara lain ada yang berupa sejenis cairan minyak; minyak bungkang, minyak tala, rangka hirang, picis mimang dan rantai babi. Selain itu ada yang menggunakan media seperti kulit kijang putih yang dirajah dengan ayat alqur’an tertentu, babasal; berupa kumpulan ayat-ayat alqur’an tertentu pula yang ditulis di kertas, lalu dirangkai menjadi satu seperti sabuk yang memakainya diikatkan ke pinggang penggunanya. Bagi yang mau aman tanpa neminta tumbal, mereka memilih mandi kataguhan; memandikan yang bersangkutan dengan air yang telah dibacakan ayat-ayat alqur’an tertentu yang dilakukan oleh seorang yang ahli. Bagi yang kebal dari mandi kataguhan ini pantangannya pengguna tak boleh berbuat maksiat jika tak ingin kekebalannya musnah.
Masyarakat Banjar dikenal religius dan mayoritas beragama Islam. Hampir dipastikan orang Banjar tak ada yang beragama selain Islam. Meski demikian budaya bataguh yang berkaitan dengan supranatural, masih dilakukan. Budaya ini ada yang menganggap sebagai syariat. Padahal budaya seperti ini sama sekali tak dikenal dalam Islam, apalagi termasuk syariat. Namun pengertian syariat disini maknanya sebagai upaya dan usaha. Tak jarang jawaban yang diperoleh terkait “syariat” ini dengan merujuk kepada Rasul SAW; “Nabi saja bersyariat apalagi kita sebagai manusia awam.”