Hari Sumpah Pemuda sudah lewat, tapi jangan kuatir semangat yang terkandung pada sumpah itu tetap fresh kapanpun, yang penting sumpahnya bukan pemuda yang disumpahi, hehehe.......
Poin yang ingin saya bahas adalah berbahasa satu Bahasa Indonesia (baca Endonesa).
Benarkah kita berbahasa satu Bahasa Indonesia ? Tentu benar tapi berbahasa Indonesia dengan cara dan ciri kedaerahan masing-masing. Dalam keseharian nyaris tak kita temui seseorang yang berbahasa Indonesia seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah.
Ilustrasi (courtesy : selasar) |
Kebanyakan orang Jakarta dipastikan akan bicara begini; "siapa lu ?" untuk mengetahui siapakah seseorang yang sedang ditemuinya dan berada di hadapannya, atau "sampeyan iki siapa ?" jika yang tanya adalah etnis Jawa. Lalu "Piyan ini siapa lah " tanya Orang Banjar. Jarang bicaranya seperti ini; "siapakah anda ini gerangan ?"
Itu belum termasuk mereka yang dengan sengaja memasukkan atau menggunakan kata-kata dari bahasa mancanegara dalam percakapan Bahasa Indonesia; "okelah jika you berpendapat seperti itu", "ente juga kan sama sependapat dengan ana."
Klop dah, sama-sama ngerusak Bahasa Indonesia kita semua, hahaha......
Klop dah, sama-sama ngerusak Bahasa Indonesia kita semua, hahaha......
Percakapan verbal (bukan herbal) tentu beda dengan percakapan tulisan atau teks (aslinya naskah). Tulisan mestinya mengindahkan berbagai tanda baca, awalan, akhiran, sisipan, gramatika, gaya bahasa dan lainnya.
Yang tampaknya kini mulai tak nyaman kita baca adalah tak sedikit dari penulis Bahasa Indonesia yang tak mengindahkan antara awalan dan kata depan penunjuk tempat. Misalkan; "acara perhelatan Pak Jokowi menikahkan putrinya dilaksanakan disolo." Atau "warga negara itu di buktikan dengan memiliki KTP." Heuduh.......menjengkelkan sekali kalau sudah begini padahal kita ingin semua sesuai dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Yang tampaknya kini mulai tak nyaman kita baca adalah tak sedikit dari penulis Bahasa Indonesia yang tak mengindahkan antara awalan dan kata depan penunjuk tempat. Misalkan; "acara perhelatan Pak Jokowi menikahkan putrinya dilaksanakan disolo." Atau "warga negara itu di buktikan dengan memiliki KTP." Heuduh.......menjengkelkan sekali kalau sudah begini padahal kita ingin semua sesuai dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
"Lu tuh ngerti kagak base Endonesa asal nyablak aje ?"
"Eits ngana jangang kira kita nyanda bisa basa Endonesa."
"Yo wis, ra usah gelut sing penting ono noso endonesane yo rapopo."
"Maraha bapandir bakambuh-kambuh basa banua nang panting paham haja."
Hahaha........you semua kayaknya termasuk kids jaman now, enjoy ajalah bawa refreshing dulu aja.
Semua sama saja rupanya egois dalam berbahasa, inginnya dimengerti tapi tak mau ngerti apakah orang mengerti atau tidak. Lha kok muter-muter kayak odong-odong pasar malam sih ini tulisan. Memang sengaja tulisan ini dibikin njlimet se-njlimet Bahasa Endonesa, hiks....hiks....hiks.....
Pernah saya ketemu bule (temannya pakle), dia kata "speak Indonesian make me tired." Saya balas perkataannya dengan "you know so I do, English makes me confusing." Impas dah, sama-sama skornya.
Lama-lama memang Bahasa Endonesa ini tak cuma bikin bule dan pakle capek, kita pun akan dibuatnya makin pusying......tuzuh keliling kayak orang tawap (sorry ga biasa pakai hurup F) aja, hehehe......
Semoga anda yang baca ini tulisan tidak capek dan pusying, cukup saya saza yang pusying nulis mazalah ini, hehehe......
Semoga anda yang baca ini tulisan tidak capek dan pusying, cukup saya saza yang pusying nulis mazalah ini, hehehe......