"Sekarang sudah ga bisa lagi jual-jual obat batuk secara bebas, bisa kena razia," ungkap seorang kenalanku yang buka kios Sembako di Pasar Induk Kabupaten.
Kenapa ?
Menurut kenalanku itu, obat batuk dapat disalahgunakan untuk keperluan teler-teleran karena mengandung zat bernama Dextrometorphan atau biasa disingkat Dextro.
Para Teler Lover (istilah saya aja) ini biasanya membeli jenis obat batuk dalam bentuk sachet yang merknya sangat terkenal dan familiar. Mereka membeli dalam jumlah banyak untuk kemudian diminum sekaligus agar mendapatkan efek teler.
Saya pun paham jika akhirnya jenis obat batuk itu dibatasi peredarannya oleh pihak berwenang dijual di kios-kios, karena ya itu tadi; dipakai untuk keperluan teler disamping ada juga yang mengkonsumsi jenis Karnofen yang dikenal dengan sebutan Zenith.
Pantas saja suatu sore saat menuju pulang, saya terpaksa berhenti karena melihat begitu banyaknya bungkus obat batuk berserakan di tepi badan jembatan yang sering saya lewati. Saya pikir bungkus-bungkus obat batuk ini pasti bekas para Teler Lover berpesta tadi malam sambil membayangkan merengkuh bulan di pangkuan, hehehe.......
Entah gimana rasanya usai minum obat batuk dalam jumlah banyak padahal mereka tak sedang kena serangan batuk, hanya mereka dan Tuhan saja yang tahu. Yang jelas penyalahgunaan obat-obatan ini sudah pada taraf memprihatinkan apalagi para penggunanya adalah mereka yang tergolong remaja. Fenomena teler pakai obat batuk ini sebenarnya sudah mulai ada sejak hampir 3 dekade lalu, hanya saja kala itu mereka menggunakan tablet Dextro yang tak dikemas berupa obat batuk yang dijual bebas, istilahnya Dextro murni. Karena gencarnya operasi Kepolisian menertibkan obat-obatan yang dianggap berbahaya dan rentan disalahgunakan, maka akhirnya mereka pun mencari alternatif ke obat-obatan yang terdapat kandungan Dextro-nya.
Ya memang mesti kreatif jika ingin terus teler. Mungkin saja ke depannya para Teler Lover itu menemukan jenis obat-obatan baru untuk tetap bisa menyalurkan hasrat teler mereka.