foto : surabaya.oxl.co.id |
Pengangkutan peralatan berat itu terjadi hampir setiap hari di daerahku. Biasanya untuk dibawa ke lokasi tambang batubara maupun bijih besi yang jumlahnya mencapai ratusan titik. Peralatan berat tersebut diangkut dari Banjarmasin yang berjarak lebih dari 300 kilometer dari kotaku.
Seorang pengunjung warung kopi yang berada di dekatku menyelutuk, “polisi mengantar maling.” Pengunjung lain diantaranya ada yang kaget, “maksudnya ?” Kembali pengunjung itu bersuara, “memang. Peralatan berat itu kan diantar ke lokasi tambang, diantaranya ada yang menambang secara ilegal, kemudian ditangkap lagi oleh polisi lainnya.”
Beberapa orang pengunjung ada yang manggut-manggut tanda faham maksud dari omogan tersebut.
Memang tak dapat dipungkiri kenyataan yang terjadi terkait omongan di warung kopi itu. Pengawalan terhadap pengangkutan peralatan berat tersebut dilakukan oleh pihak kepolisian. Peralatan berat diantar ke lokasi tambang atas permintaan pihak yang memesan alat berat, baik milik perusahaan penambang yang bersangkutan, maupun dari pihak rental atau persewaaan alat berat.
Alat-alat berat berbagai tipe itu kemudian melakukan aktivitas penambangan batubara dan bijih besi. Namun kemudian terdengar kabar ada peralatan berat yang diamankan oleh pihak kepolisian setempat karena diduga atau dituduh melakukan penambangan liar. Nah lho, padahal semestinya pihak kepolisian yang mengawal dan mengantar peralatan berat itu sudah tahu untuk keperluan apa.
Inilah yang mungkin bisa disebut pembiaran. Pihak yang sebenarnya sudah tahu dan mengerti, namun tetap membiarkan pihak lainnya agar melakukan kesalahan terlebih dahulu, lalu kemudian pihak lainnya yang mengambil tindakan. Semestinya hal itu tak perlu terjadi bila tiap instansi atau lembaga yang berwenang saling berkoordinasi. Namun hal tersebut tampaknya enggan dilakukan mengingat bila dilakukan pencegahan terlebih awal, maka tak akan ada uang yang masuk ke kocek pribadi.