SELAMAT DATANG DAN BERKUNJUNG DI ISP 68 BLOG
CM 2 ML (Call Me to Make Love) - ISP68

Xticker

Merangkai Kata Merajut Asa

Definition List

   # 

Minggu, 02 Maret 2014

CM 2 ML (Call Me to Make Love)

Malam semakin beranjak menuju pagi, jarum jam sudah 1 strip melewati angka 12, dari kejauhan sayup-sayup terdengar lolongan anjing liar.
Di sudut kota, di sebuah rumah sedang berkumpul beberapa wanita belia. Mereka belum tidur, mereka sedang menikmati seloki demi seloki minuman keras dari golongan C (golongan paling rendah).
Aroma alkohol dan asap rokok menyatu merebak menyebarkan bau yang memusingkan kepala.

Seorang wanita setengah tua diantara mereka dari tadi terus sibuk melakukan panggilan melalui ponsel. Wanita setengah baya, berkulit bersih, tinggi semampai, masih tampak seksi & cantik dalam balutan busana casual & celana panjang denim. “Sabar ya pak, saya terus menghubungi anak buah saya, kali ini pasti bisa,” kata wanita itu via ponsel kepada seorang pria lawan bicaranya.
“Saya maunya yang masih muda, cantik, tidak gemuk, dan secepatnya saya tunggu di Hotel Diamond,” sahut pria itu dengan nada berat.
“Oke pak, pasti saya penuhi selera & keinginan bapak, nanti bila sudah siap akan saya hubungi segera,” balas si wanita yang berprofesi sebagai pemasok wanita panggilan.

Si wanita setengah tua, sebut saja Bunda, berpaling kepada para wanita muda di sekitarnya. “Ina, kamu saja yang kerja malam ini, lumayan short time Rp. 500 ribu,” kata Bunda kepada Ina yang hitam manis rambut terurai.
“Wah nggak bisa Bunda, saya lagi dapet, ini lagi lancar-lancarnya darah mengucur,” sahut Ina.
“Kalau begitu kamu aja Ningsih. Tolong Bunda kali ini, Bunda tak ingin mengecewakan pak Bono, ia langganan tetap Bunda,” ujar Bunda kepada Ningsih yang berpenampilan bak artis Yuni Shara.
“Males ah, seperti kemarin malam aku nunggu-nunggu tapi si bapak nggak jadi pakai,” balas Ningsih.
“Kali ini dia pasti pakai kok, tolonglah Ning,” mohon Bunda lagi.
Tapi Ningsih tetap pada tolakannya untuk tak mau kerja. Begitupun 2 rekan Ningsih lainnya menolak untuk “kerja pakai” malam itu.

Bunda semakin gelisah, ponselnya berdering lagi. “Mana, mana orangnya kok belum muncul kesini ?” tak sabar nada suara pak Bono terdengar di ponsel.
“Ya, sebentar, saya lagi mau menghubungi Dewi anak buah saya yang lain,” sahut Bunda yang kemudian menutup telpon.

“Tolong minta nomer ponsel Dewi,” pinta Bunda kepada wanita yang ada disitu.
Tak berapa lama kemudian terdengar Bunda sudah berbicara dengan seseorang melalui ponsel. “Ada apa Bunda ? Tengah malem gini nelpon ?” Sahut seorang wanita dengan suara serak.
“Wi, tolong Bunda Wi, ada langganan Bunda mau pake kamu malam ini, short time Rp. 500 ribu, mau ya Wi,” pinta Bunda dengan suara agak memelas.
“Mau aja asal nunggu saya bersih-bersih & dandan dulu,” sahut suara yang rupanya Dewi.
“Syukurlah Dewi mau, lumayan hasilnya untuk beli tambahan setengah paket lagi,” gumam Bunda yang rupanya pecinta psikotropika itu.

Seperempat jam kemudian ponsel Bunda berdering, “Ayo Bunda, jemput, saya sudah siap nih,” suara Dewi jernih.
“Ya, tunggu disitu Bunda jemput,” balas Bunda.
Sambil pamit kepada yang sedang menenggak miras, Bunda meninggalkan rumah di sudut kota itu. Langkah Bunda sudah bertenaga, air mukanya cerah meski gagal menyembunyikan kerut-kerut di samping kelopak matanya.
Tak lama terdengar suara derum sepeda motor Bunda meninggalkan rumah, suara itu makin mengecil hingga tak terdengar.
Kini tinggal para wanita yang sedang menghabiskan seloki terakhir minuman mereka untuk kemudian beranjak ke peraduan, membayangkan hari esok yang belum pasti, menggapai impian yang terlampau sulit, dan mempertahankan sebujur tubuh yang pada gilirannya akan membusuk & disantap cacing tanah.


(Bila ada kesamaan karakter, nama & tempat, cuma kebetulan, catatan kisah ini cuma rekaan)