SELAMAT DATANG DAN BERKUNJUNG DI ISP 68 BLOG
Dayak “Dangsanak” Banjar - ISP68

Xticker

Merangkai Kata Merajut Asa

Definition List

   # 

Rabu, 05 Maret 2014

Dayak “Dangsanak” Banjar

foto : alfigenk Ansyarullah
Kulitnya kuning langsat, parasnya mirip-mirip etnis China, logat bicaranya agak mirip etnis Jepang. Tapi teman yang sudah cukup lama aku kenal itu, rajin ke mesjid tiap jumat.

Ya, temanku itu bukan penduduk hasil naturalisasi, ia pribumi asli pulau Kalimantan atau Borneo alias Nusa Kencana. Temanku itu dari etnis Dayak, etnis mayoritas yang menghuni daratan pulau Kalimantan. Tapi di wilayah propinsi Kalimantan Selatan, etnis Dayak kalah jauh jumlahnya dibanding etnis Banjar, yang konon masih etnis kerabat terdekat etnis Dayak. Makanya antara etnis Banjar yang mayoritas beragama Islam dengan etnis Dayak yang menganut berbagai agama/kepercayaan, tak bisa dipisahkan, keduanya “badangsanakan” alias saudara.

Kebanyakan etnis Dayak mengerti bahasa Banjar, sebaliknya tak setiap orang Banjar mengerti atau faham bahasa Dayak yang banyak macamnya. Namun tak ada kendala dalam hal berkomunikasi antara warga Banjar dengan Dayak, karena etnis Dayak di wilayah Kalimantan Selatan dalam kesehariannya mereka menggunakan pula bahasa Banjar selain bahasa ibu mereka.

Teman saya yang saya ceritakan diatas adalah Dayak Muslim, yang menjadi Muslim sejak Kakeknya berpindah keyakinan dari kepercayaan asli Dayak (Kaharingan; kehidupan) menjadi pemeluk Islam.
foto : yukpegi.com

Secara fisik terutama raut wajah, antara etnis Banjar dengan Dayak agak berbeda.

Pembauran antara kedua etnis itu di Kalimantan Selatan sudah berlangsung sangat lama sekali. Konon sejak keberadaan Kerajaan Banjar, kedua etnis tersebut sudah menyatu. Dalam mengusir penjajah Belanda, kedua etnis itu bahu membahu mengangkat senjata. Peristiwa paling heroik dalam sejarah yang ditunjukkan atas perjuangan kedua etnis tersebut adalah, menenggelamkan kapal perang milik Belanda yang bernama “Onrust” di sungai Barito (sungai terbesar di Indonesia).

Agustin Teras Narang, yang kini menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Tengah, masa kanak-kanaknya dijalaninya justru di Banjarmasin, ibukota propinsi etnis “urang Banjar”.
Jadi antara Banjar dan Dayak ini, terutama di wilayah Kalimantan Selatan adalah “badangsanak” alias bersaudara. Menghina Dayak berarti sama halnya juga menghina Banjar yang terkenal dengan semboyannya “waja sampai ka puting”, yang jika diterjemahkan bebas artinya kurang lebih sama dengan sampai titik darah penghabisan.