Bila mendengar kata “gratis” asumsi semua orang pasti kepada sesuatu yang didapatkan secara percuma atau cuma-cuma tanpa mengeluarkan biaya apapun alias tanpa bayar. Tapi tunggu dulu, ternyata gratis ini dalam praktiknya sudah bergeser maknanya dari yang semestinya.
Sekarang hampir-hampir semua tak ada yang bisa didapatkan tanpa membayar.
Suatu kali saya menemani seorang kawan yang kepincut program KTP gratis yang diluncurkan sebuah Pemkab di wilayah saya bertempat tinggal di Kalsel. Program tersebut dilaksanakan beberapa bulan menjelang diadakannya Pemilukada Kabupaten. Maka berangkatlah kami menuju Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) setempat. Namun kawanku tersebut sebelum mendapatkan KTP gratis, dia sudah terlebih dulu keluar biaya di tingkat RT dan Pemerintahan Desa ; bayar rekomendasi Ketua RT dan biaya pembuatan Kartu Keluarga di kantor desa setempat.
Lumayan banyak warga yang akan mendapatkan KTP gratis di Kantor Dukcapil tersebut. Iseng-iseng saya menanyai beberapa warga apakah benar mereka mendapatkan KTP secara cuma-cuma tanpa bayar sepeser pun. Mereka menjawab, benar mendapatkan KTP tanpa bayar, namun tetap keluar biaya kepengurusan di tingkat RT dan Aparat Desa yang dalihnya untuk biaya administrasi.
Begitupun ketika menjelang dilaksanakannya Pemilukada, para Calon Kepala Daerah berlomba memberikan KTP gratis kepada warga dengan ketentuan harus memilih Calon yang bersangkutan. Dengan memberikan KTP gratis kepada warga pemilih, Calon yang bersangkutan ini akan mudah menghitung berapa banyak suara yang bakal ia peroleh nantinya, juga akan bisa tahu siapa saja warga yang tak memilihnya.
Itu satu perkara, perkara lainnya ada lagi yang menyangkut gratisan ini. Beberapa operator telpon seluler ada pula yang menjanjikan “gratis” nelpon atau SMS kepada calon penggunanya. Bahkan mereka seperti berlomba dengan tayangan iklan di berbagai media.
Seorang teman saya pula menawarkan menelpon dan SMS gratis dengan menggunakan kartu dari sebuah operator telpon seluler. “Murah lho, benar-benar gratis, ngisi pulsa cuma 20 ribu bisa nelpon dan SMS seharian sampai malam,” promo temanku itu.
Meski dia sudah keras membujukku, aku tetap katakan tak tertarik. Aku malah balik tanya ke dia, “kalo pulsanya habis kita bisa isi gratis dimana nanti ?” Dia jawab, “ya beli lah, masa ada counter jualan pulsa yang mau kasih gratis.”
Nah, itulah kebanyakan orang yang mau-maunya tergiur dan terbius oleh iklan. Aku katakan ke temanku itu begini, nggak ada sebuah perusahaan pun yang profit oriented yang mau memberikan produknya secara percuma tanpa bayar. “Memangnya biaya produksi dan operasinal perusahaan itu pakai angin sehingga mau kasih gratisan (?)”
Salahnya kenapa juga mau saja ditipu oleh iklan yang memang dibuat untuk mendongkrak pemasaran sebuah produk.