SELAMAT DATANG DAN BERKUNJUNG DI ISP 68 BLOG
Insentif untuk Wartawan, Bolehkah? - ISP68

Xticker

Merangkai Kata Merajut Asa

Definition List

   # 

Minggu, 02 Maret 2014

Insentif untuk Wartawan, Bolehkah?

Dari sekian banyak wartawan di negeri ini, terkecuali yang bekerja di perusahaan media yang bonafit dan terkenal yang memperoleh gaji tetap dengan berbagai fasilitas dan tunjangan, selebihnya merupakan wartawan yang tidak digaji.

Wartawan tak digaji ?

Percaya atau tidak, tapi ini merupakan realita yang benar-benar terjadi di banyak perusahaan media di negeri ini. Wartawan yang tidak digaji, hanya dibekali dengan legalitas berupa surat tugas sebagai wartawan, serta ID Card (kartu pers), yang diasumsikan sebagai semacam senjata untuk memperoleh penghasilan sendiri ; mengintimidasi, mengancam, bahkan tak jarang memeras pihak lain yang dianggap memiliki kesalahan untuk kemudian ditukar (bargaining) dengan sejumlah materi sebagai konpensasi berita tak muncul di media.

Di banyak daerah di Indonesia tak menutup kemungkinan banyak pihak yang gerah dengan kehadiran wartawan berikut berbagai pemberitaannya. Sehingga tak menutup kemungkinan pula mereka pasang ancang-ancang sebelumnya agar lebih mudah meredam pemberitaan miring, melakukan kerjasama baik dengan perusahaan media ataupun langsung dengan wartawan yang bersangkutan, mengikatnya dengan pemberiaan insentif dengan nama lain lebih sopan, tali asih.

Biasanya pihak yang melakukan langkah-langkah seperti itu adalah, pemerintah daerah setempat, instansi yang “basah”, maupun perusahaan yang pekerjaannya banyak menyerempet hukum alias setengah legal.

Bagi kebanyakan wartawan yang mendapat gaji dengan berbagai fasilitas serta tunjangan dari perusahaan media tempatnya bekerja, pemberian insentif maupun tali asih, kemungkinannya kecil untuk tertarik menerimanya. Namun bagi wartawan yang tak digaji, disamping juga dibebani berbagai kewajiban oleh perusahaan media tempatnya bekerja, insentif atau apapun namanya berupa pemberian, pasti sangat diharapkan dan dinanti.

Lalu pertanyaannya bolehkah mereka menerimanya ?

Bila jawabannya tidak boleh, maka pemegang otoritas terhadap kegiatan pers maupun jurnalistik di negeri ini harus secara tegas mengambil tindakan terhadap perusahaan media yang tak menggaji para wartawannya. Bila jawabannya boleh menerima insentif, maka dampaknya tentu saja sedikit banyak akan mempengaruhi independensi para pekerja jurnalstik untuk menyajikan pemberitaan yang benar-benar berkualitas untuk dikonsumsi publik.

Pertanyaan berikutnya adalah, tidakkah lembaga pemegang otoritas tertinggi di bidang kegiatan pers di negeri ini turun gunung melakukan pengamatan yang seksama terhadap sekian banyak perusahaan media yang tak menggaji para pekerja pers ? Misalnya Dewan Pers, melakukan penelitian terhadap seluruh perusahaan media, kemudian menyusun sanksi-sanksi terhadap perusahaan media yang tak menggaji para wartawannya.

Lupakan dulu masalah kompetensi untuk wartawan, karena urusan gaji adalah berarti urusan perut wartawan yang bila kosong pasti akan mempengaruhi otaknya untuk bisa bekerja lebih baik sesuai tuntutan profesi.