Seorang anak lelaki tetangga saya yang baru beberapa bulan lulus dari SLTA, tak dapat menjawab bagaimana rumus menghitung luas dan keliling lingkaran. Bahkan ketika pertanyaan saya makin mengerucut menanyakan apa itu diameter, radius, dan konstanta untuk P (terpaksa saya tulis P, karena saya tak temukan simbol itu di smart phone yang saya gunakan), yakni 22 per 7 atau 3,142, dia tampak kebingungan.
Terlalu……..cuma itu dalam hati saya menemukan kondisi lulusan SLTA, fresh graduate pula.
Saya pun dengan sabar mengingatkan dan kembali menerangkan perihal pertanyaan saya tersebut. Untuk menghitung luas dan keliling lingkaran, hal-hal yang mesti diketahui adalah Radius atau jari-jari, yang mana Radius (r) merupakan 2 x Diamater (d), atau r = d dibagi 2 = d : 2 atau bisa juga ditulis r = d / 2. Kemudian perlu menghapal P, konstanta yang digunakan, yakni 22 per 7 (22/7), dapat dipadankan dengan bilangan desimal 3,142.
Dengan telah mengetahui hal-hal tersebut, kemudian menghapal rumusnya, yaitu P dikali r kwadrat atau ditulis P.r2 untuk rumus mengetahui luas lingkaran, dan 2 dikali P dikali r (2.P.r).
Sepintas kedua rumus kedua rumus tersebut tak tergunakan jika kita sudah meninggalkan bangku sekolah. Namun pada bidang pekerjaan tertentu kedua rumus itu akan terpakai.
Hal itu saya alami ketika sempat bekerja di instansi kehutanan beberapa bulan selepas lulus SMA di pertengahan tahun 1980-an.
Saya menggunakan rumus tersebut untuk menghitung volume kayu bulat (log) dari berbagai diameter dan panjang. Rumus yang digunakan adalah; 1/4 (0,25) x P (22/7 = 3,142) x d2 x p / 10.000 = vol, atau jika disebut akan berbunyi; seperempat (duapuluh lima perratus) dikali konstanta (duapuluh dua per tujuh atau tigaribu seratus empatpuluh dua perribu) dikali diameter kwadrat dikali panjang dibagi sepuluhribu sama dengan volume atau isi.
Rumit memang bagi mereka yang ketika semasa sekolah tak menyukai matematika, bahkan cenderung menghindari pelajaran ini dengan berbagai dalih agar tidak masuk pada waktu pelajaran berlangsung. Tak sedikit murid yang justru takut ketemu pelajaran matematika, sehingga terkenal anekdot ‘matimatian’ untuk pelajaran yang cukup menguras fungsi otak ini.
Saya sendiri menyadari pentingnya belajar matematika ketika duduk di bangku kelas 3 SMP. Sebelumnya dengan berbagai dalih dan alasan saya berusaha agar tidak masuk ke pelajaran matematika.
Rupanya sikap ketakutan saya terhadap matematika ini dibaca dan diketahui oleh teman baru pindahan dari SMP lain yang duduk disamping saya satu meja.
Teman saya itu dengan sabar dan telaten mengajari saya matematika dari awal. Karena caranya mengajari saya dengan berbagai contoh yang mudah saya pahami, disamping tekad saya yang ‘matimatian’ untuk menguasai pelajaran matematika, akhirnya nilai matematika saya yang sebelumnya jeblok, menjadi meningkat drastis pada ulangan semester ganjil, bahkan nilai saya dapat menyamai teman yang mengajari saya itu.
Kepada yang punya anak masih sekolah, tanamkan kepada mereka agar tak takut terhadap pelajaran matematika. Karena bukan cuma matematika, pelajaran apapun jika dijauhi dan ditakuti, maka akan semakin membuat tidak tahu dan mengerti.