Sudah lama aku tak lagi naik taksi untuk berpergian keluar daerah. Jadi sudah sekian itu pula aku tak pernah merasakan berdesakan adu pantat dengan para penumpang lain di kanan kiri tempat aku duduk. Pun tak lagi merasakan pengapnya hawa dalam taksi serta kepulan asap rokok bercampur bau badan para penumpang.
Disamping itu aku tak lagi mesti menunggu lama dalam taksi sebelum berangkat karena penumpangnya belum cukup serta berharap para makelar pencari penumpang. Taksi belum akan berangkat bila jumlah penumpang tak memenuhi jumlah kursi dalam taksi. Di daerahku keberangkatan taksi (selain bis) tak memiliki jadwal, misalnya dari jam sekian ke jam sekian. Pokoknya jumlah penumpangnya memenuhi tempat duduk dalam taksi, berangkat. Bayangkan mesti berapa lama menunggu hingga penumpangnya memenuhi target. Pokoknya naik taksi di daerahku tak ubahnya ikan sardin yang dijejal dalam kaleng.
Naik taksi di daerahku memang kurang menyenangkan. Armada yang dipergunakan kebanyakan adalah Mitsubishi Colt L 300, sebagian besar sudah layak apkir bila tak ingin dikatakan rongsokan.
Dengan mulai menjamurnya usaha biro perjalanan yang melayani para penumpang untuk berpergian ke berbagai daerah, diperlengkapi dengan armada yang masih baru dan “gres” serta fasilitas didalam armada yang menyenangkan para penumpang selama dalam perjalanan, meski biaya lebih mahal dari tarif taksi, kebanyakan penumpang lebih memilih ikut armada biro perjalanan atau travel.
Selain itu terdapat banyak armada carteran dan usaha persewaan mobil bagi mereka yang ingin berpergian dalam waktu tertentu, atau berpergian dengan tujuan terkait usaha sehngga membutuhkan waktu cepat tiba di tujuan.
Dengan keberadaan beberapa pilihan bagi penumpang tersebut, maka keberadaan taksi yang tertinggal dalam segi kondisi armada, pelayanan, dan waktu keberangkatan, menjadi semakin kurang diminati.
Terlepas dari aksi mogok dan unjuk rasa para sopir taksi di Banjarmasin ke DPRD Kalsel terkait keberadaan taksi berplat hitam dan usaha travel yang dianggap menjadi saingan taksi berplat kuning, maka setidaknya pihak terkait dengan taksi tersebut patut mengkaji dan menjadi pembelajaran untuk membenahi berbagai hal terkait ketertinggalan kondisi armada, pelayanan dan waktu keberangkatan taksi yang jelas. Jika tidak, maka siapapun tak bisa menyalahkan pilihan para penumpang untuk memperoleh berbagai kenyamanan dalam melakukan perjalanan dan berpergian, karena mereka sudah membayar untuk itu semua.