Pagi tadi ketika istriku menelpon biro travel untuk pergi ke Banjarmasin, pihak travel menyatakan tak ada lagi seat, dan mobil sudah akan diberangkatkan. Istriku pun pesan seat pada mobil berikutnya yang akan berangkat, tapi jawaban dari pihak travel adalah; tak ada lagi keberangkatan mobil berikutnya kecuali untuk besok.
Dan ternyata kini biro-biro travel di daerah kami hanya diperbolehkan memberangkatkan mobil angkut penumpang dalam sehari kecuali cuma 1 armada. Padahal sebelumnya mereka dapat memberangkatkan beberapa unit armada tergantung jumlah penumpang yang akan berpergian ke berbagai daerah.
Inilah dampak dari mogok dan unjuk rasa para sopir taksi angkutan penumpang minggu lalu di Banjarmasin. Para sopir itu mendatangi gedung DPRD Kalsel terkait keberadaan taksi berplat hitam dan biro travel yang lebih diminati oleh para penumpang kini, karena lebih baik dari segi pelayanan dan armada.
Sebetulnya bila dicermati, mogok dan unjuk rasa para sopir taksi itu lebih kepada kecemburuan dan ketidak mampuan menjalani persaingan terhadap jenis dan usaha angkutan lainnya. Mestinya ini dijadikan semacam introspeksi dan pembelajaran bagi para pengelola taksi untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para penumpang sebab mereka membayar semua itu dengan uang.
Calon penumpang selama ini tak cuma berpikir keselamatan diri dan barang bawaannya hingga tiba di tujuan, tapi terdapat beberapa hal lainnya seperti; kenyamanan selama perjalanan dan waktu keberangkatan yang cepat dan pasti. Selama ini para calon penumpang yang akan berpergian keluar daerah harus menunggu lama di terminal, menunggu hingga jumlah penumpang cukup, tidak berdasarkan jam keberangkatan. Bayangkan jika mesti mencukupkan jumlah penumpang, tak mustahil memerlukan waktu lama.
Beberapa waktu lalu Kepala Dinas Perhubungan di daerahku mengatakan, terkait waktu pemberangkatan yang menunggu hingga jumlah penumpang cukup, karena ada keterkaitan dengan para makelar yang mencari calon penumpang. Permasalahan makelar penumpang ini tampaknya di beberapa terminal di daerah lainnya sudah pada tahapan sulit diatur apalagi dihilangkan, sehingga sampai seorang sekelas Kepala Dinas pun bisa dibuat tak berdaya.
Masalah berpergian tak dapat dipungkiri terkait dengan masalah pilihan. Calon penumpang yang akan berpergian tentu berhak memilih untuk menumpang alat angkut yang sesuai dengan keinginannya serta kemampuan finansial yang dimilikinya. Mereka yang agak berduit pasti lebih memilih membayar lebih sedikit mahal untuk pelayanan, kenyamanan, keselamatan dan ketepatan serta kecepatan waktu.
Nah, saatnya para pemilik dan pengelola taksi dimanapun khususnya di Kalimantan Selatan agar memperhatikan beberapa faktor yang menjadi keinginan para calon penumpang. Jangan karena tak mampu bersaing lantas pihak lain yang disalahkan.