Jangan terlalu berasumsi judul catatan ini vulgar, mengandung pornografi, apalagi pornoaksi.
Saya menulis catatan ini karena prihatin dengan kondisi sekarang yang menimpa para anak muda khususnya cewek. Kemajuan teknologi di berbagai bidang, terutama bidang informasi dan komunikasi menafikan dimensi waktu dan jarak, dunia seolah sangat sempit. Di satu sisi banyak manfaat yang diperoleh ; efisiensi waktu, jarak, dan biaya, di banyak sisi lain terjadi degradasi ; moral, etika, dan agama. Kiblat berbagai macam produk jaman dan iptek beralih ke negeri-negeri Barat.
Negeri-negeri Timur pada awalnya merupakan pusat peradaban dan berbagai kemajuan manusia, sudah lama terpuruk di bawah duli kaki Barat. Manusia-manusia Barat, apapun gerak gerik dan produk peradaban mereka kini tak luput dari intipan para manusia Timur, yang meniru, mencaplok dan mengambil mentah-mentah produk peradaban Barat itu.
Sehingga sulit memilih dan memilah yang mana produk Timur, yang mana produk Barat, karena sudah rancu.
Sehingga sulit memilih dan memilah yang mana produk Timur, yang mana produk Barat, karena sudah rancu.
Kehidupan seks bebas (free sex) yang sudah beberapa dekade dilakoni masyarakat Barat, lambat tapi pasti, pun merasuki manusia di Timur. Akses dan saluran masuk kehidupan seks bebas, tak pelak lagi lewat berbagai macam event yang ditayangkan banyak media. Kepiawaian Barat mentransfer peradaban mereka patut diacungi jempol banyak. Mereka menciptakan berbagai ikon melalui bermacam produk kebutuhan ; fashion, showbiz, figur, musik, mode, yang nyaris tak ada celah yang mereka lewatkan.
Lihatlah penampilan para anak cewek kini ; berpakaian ala selebriti, minimalis, rambut berwarna-warni, clubbing, pergi malam pulang subuh, atau malah tak pulang beberapa hari. Simaklah para gadis kecil dan perjaka tanggung yang sudah piawai mengungkapkan berbagai kata cinta, rayuan, bahkan tak menutup kemungkinan sudah pula piawai buka-bukaan busana. Perhatikan pula anak-anak remaja tanggung yang postur bagian vitalnya sudah berubah ; pantat tepos, payudara yang sudah menurun, padahal mereka belum pernah menikah (tapi sering kawin). Beda, memang jauh bedanya bila dibanding 5 atau 6 dekade silam, dimana masih banyak gadis yang benar-benar virgin (perawan), atau cowok yang betul-betul perjaka. Kini jangan mimpi dengan mudah dapat gadis perawan yang layak nikah. Para gadis telah banyak yang kehilangan perawan karena jatuh dari sadel sepeda motor, melorot di jok mobil, tercecer di ruang hotel berbintang, atau terkapar beralas rupiah.
Ironis, tragis, atau apalah namanya, yang jelas begitulah adanya. Agama ? Saya tak terlalu apriori bila berprasangka buruk terhadap kunci pengaman yang dinamai agama ini. Tak cukup cuma dibekali agama saja, peran orang tua, masyarakat, dan lingkungan akan berhubungan satu sama lain dalam melakukan pengamanan terhadap berbagai dampak buruk kemajuan. Kondisi sosial ekonomi merupakan faktor yang amat rentan yang bisa membuat seseorang mengambil keputusan yang cenderung nekat dan salah. Kepahitan dan kemelaratan hidup dapat membuat seseorang melupakan agamanya (kemiskinan mendekati kekufuran). Namun tak berarti yang memiliki kesenangan hidup lantas aman. Kalangan “the have” justru paling rentan berbuat kerusakan dan pelanggaran. Mereka kebanyakan beranggapan segala sesuatu dapat diselesaikan dengan uang, sehingga cenderung berbuat semaunya.
Kita tak dapat saling menyalahkan antara Barat dan Timur, semuanya manusia yang saling berinteraksi baik di kehidupan nyata maupun maya (cyber). Semua kembalikan pada kesadaran diri pribadi untuk menjadikan hidup ini berguna bagi kehidupan ; diri pribadi dan orang lain. Akhirnya biarlah ayam berkokok, anjing terus menggonggong, atau harimau mengaum, saya teruskan saja menulis catatan ini, karena para binatang itu tak akan pernah mengerti apa yang kutulis.