Hari ini tanggal 2 Mei; Hari Pendidikan Nasional, jadi teringat dengan sosok pendidik sekaligus pejuang di negeri ini, siapa lagi kalau bukan Ki Hajar Dewantara atau Soewardi Surjaningrat.
Namun andai sosok tersebut hidup hingga saat ini, bisa dipastikan beliau bersedih dan menangis melihat kondisi pendidikan di negeri ini dari tahun ke tahun makin kurang jelas.
Program pendidikan nasional yang selalu berubah-rubah dengan alasan perbaikan Sumber Daya Manusia, justru malah menciptakan banyak sosok guru yang tidak lagi sebagai ‘digugu lan ditiru’, yang mana seorang pengajar (teacher) sekaligus pendidik (educator), namun kini cuma sebagai pengajar.
UN yang tidak adil.
Dalam beberapa tahun terakhir sejak adanya Ujian Nasional (UN) bagi para murid; menjadi momok di seluruh negeri. Berbagai cara pun dilakukan agar bisa lulus UN, dari cara yang memang seharusnya dilakukan hingga hal-hal yang sudah diluar akal sehat.
Disamping itu pihak Pemerintah yang empunya ‘kerjaan’, belum pernah becus mengurusi masalah UN ini. Ada-ada saja hal yang membuat pelaksanaan UN tak berjalan serentak dan mulus pada waktu yang bersamaan.
Penerapan dan pelaksanaan UN bagi seluruh sekolah di negeri ini, jadi terasa tidak adil.
Pemerintah seolah buta atau bersikap seolah tidak tahu terkait banyaknya sekolah di negeri ini yang belum layak dalam berbagai hal.
Sekolah-sekolah yang berada di perkotaan dengan fasilitas lengkap dan memadai, pasti tak bisa disamakan dengan sekolah-sekolah di pelosok negeri yang serba kekurangan; guru dan fasilitas pendukung untuk mengajar belajar.
Sekolah-sekolah di wilayah perkotaan dengan gedung beton, minimal dari bahan yang bagus, pasti berbeda dengan bangunan sekolah di pelosok yang beralas tanah, beratap daun, berdinding bahan bangunan apkir. Kemudian ditambah dengan guru-guru pengajar yang terbatas, lalu buku-buku pelajaran yang juga sama terbatasnya; dalam hal penerapan UN antara sekolah mentereng dengan fasilitas serba lengkap dipersamakan dengan sekolah yang sedikit lebih bagus dari kandang sapi atau kambing; adalah bukan suatu keadilan.
Kita pasti ingat dan hapal dengan bunyi Sila Kelima dari Pancasila; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kalau pendidikan dimasukkan kedalam berkeadilan sosial, maka negeri ini sudah tak berlaku adil terhadap pendidikan anak bangsa ini. Maka UN selayaknya dihapus untuk digantikan dengan ujian yang diterapkan oleh masing-masing daerah.