SELAMAT DATANG DAN BERKUNJUNG DI ISP 68 BLOG
Perlunya Menelisik Rekening Para Perwira Polisi di “Daerah Basah” - ISP68

Xticker

Merangkai Kata Merajut Asa

Definition List

   # 

Sabtu, 01 Maret 2014

Perlunya Menelisik Rekening Para Perwira Polisi di “Daerah Basah”


Unek-unek saya ini sebenarnya sudah lama mengganjal. Setiap kali saya mendatangi Pos Polisi Perairan (Polair) di daerahku untuk keperluan konfirmasi berbagai kegiatan mereka terkait pemberitaan media, selalu saja menemui jalan buntu. Anggota Polair yang bertugas di Pos tersebut selalu menyuruh konfirmasi ke Ditpolair yang berada di Poldan, dengan alasan mereka tak punya kewenangan untuk memberikan keterangan.
Hal tersebut tampaknya juga dialami oleh rekan-rekan saya sesama Jurnalis.


Saya berpikir untuk keperluan apa Pos Polair berikut para petugas yang dikepalai oleh seorang Komandan berpangkat Perwira itu ditempatkan di wilayah perairan kabupaten bila memberikan keterangan seputar kegiatan tugas mereka saja tak berwenang.
Selama ini Pos Polair yang berada di kabupaten saya tak hanya menghandel 1 wilayah perairan kabupaten saja, tapi juga wilayah kabupaten tetangga yang berbatasan perairan.
Yang juga menjadi keheranan saya adalah, selain adanya Pos Polair yang memang bertugas di wilayah kabupaten, masih ditambah adanya petugas dari Ditpolair Polda, dan sebuah kapal patroli dari Mabes Polri yang berbagai kegiatan tugasnya tak banyak diketahui oleh masyarakat. Selain itu terdapat juga Landasan TNI AL (Lanal) yang tugasnya beda-beda tipis antara pengamanan dan pertahanan di laut. Nah, tak ketinggalan pula adanya Polisi Kesatuan Pengamanan Perairan dan Pantai atau KPPP yang berada dibawah koordinasi Polres setempat. Kemudian ada lagi KPLP (Kesatuan Pengamanan Laut dan Pantai) yang berada dibawah hierarki Ditjen Perhubungan Laut. Klop sudah, wilayah perairan dan laut seolah sebutir kue manis yang dibagi-bagi oleh beberapa orang.


Wilayah perairan kabupaten dimana saya tinggal berada di bagian tenggara pulau Kalimantan yang wilayah daratannya menjorok ke laut jawa dan selat Makasar.
Wilayah perairan tersebut lumayan ramai dilayari oleh armada angkut hasil tambang batubara dan bijih besi. Seiring dengan ramainya hasil tambang, juga marak pengangkutan BBM untuk keperluan perusahaan tambang. Praktek ilegal transaksi BBM pun di wilayah perairan ikut marak. Bukan rahasia lagi bila beberapa perusahaan pemasok BBM di tempat saya sering membeli BBM yang dijual oleh kapal-kapal tarik (tugboat), istilah yang lazim disebut “BBM kencingan”.


BBM kencingan jenis solar itu dijual oleh kapal-kapal tarik ke pembelinya dengan harga murah dibawah harga industri, dan tanpa sepengetahuan perusahaan pemilik armada pelayaran itu.
Oleh para pembelinya BBM kencingan itu dikumpulkan untuk kemudian dijual lagi ke berbagai perusahaan tambang dengan harga yang lebih murah atau sama dengan harga industri yang ditetapkan oleh Pertamina.
Inilah salah satu objek yang dijadikan penghasilan oleh beberapa unsur pengamanan tersebut.
Para pembeli BBM kencingan itu sudah paham betul jatah-jatah yang mesti mereka keluarkan untuk para petugas agar usaha mereka berjalan mulus.
Selain dapat jatah dari kegiatan transaksi BBM kencingan, para petugas itu pun memperoleh masukan jatah pula dari kegiatan pengapalan hasil tambang, istilahnya disebut “uang taktis” yang nilainya jutaan rupiah per pengapalan.


Kondisi seperti ini telah berlangsung lebih dari 1 dekade sejak booming kegiatan pertambangan di wilayah kabupaten saya sekitar akhir 1990-an menjelang pergantian milenium.
Bila Majalah Tempo beberapa waktu lalu mensinyalir adanya rekening mencurigakan milik para jenderal Polri, kiranya perlu juga menelisik rekening yang dimiliki oleh para perwira polisi yang bertugas di “daerah basah”.
Agar ada gambaran yang jelas terkait hal saya tulis diatas, kabupaten tempat tinggal saya adalah Kabupaten Tanah Bumbu yang bertetangga dengan Kabupaten Kotabaru, kepolisiannya berada dibawah Polda Kalimantan Selatan. Dan perlu pembaca ketahui pula, Denny Indrayana yang menjabat sebagai Sekretaris Satgas Anti Mafia Hukum adalah putra Kotabaru yang sebelum tahun 2003 masih bersatu dengan Kabupaten Tanah Bumbu.