SELAMAT DATANG DAN BERKUNJUNG DI ISP 68 BLOG
Bahasa Indonesia, Ataukah Bahasa Jakarta? - ISP68

Xticker

Merangkai Kata Merajut Asa

Definition List

   # 

Sabtu, 15 Maret 2014

Bahasa Indonesia, Ataukah Bahasa Jakarta?

Jika berbicara tentang penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, saya kira mesti dibedakan antara bahasa tulisan dengan bahasa lisan.

Penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar, kebanyakan digunakan untuk bahasa tulisan daripada bahasa lisan. Karena secara bahasa lisan, penggunaan bahasa Indonesia dipengaruhi oleh banyak dialek bahasa daerah, tergantung dari suku bangsa mana penutur bahasa Indonesia berasal.

Contohnya saja bahasa Indonesia secara lisan yang dituturkan oleh penduduk Jakarta dan sekitarnya, tentu belum bisa dikatakan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar karena dominan dipengaruhi oleh dialek Betawi, yang kebanyakan mengganti subjek “aku/saya, kamu, kita, kalian dan dia” menjadi “gue, lu, kite, lu pade dan die”.
Dan pengaruh dominan dialek Betawi ini, tak hanya mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia oleh penduduk Jakarta, tapi merambah hingga ke tempat lainnya; ke media audio (radio) dan audio visual (televisi), tak ketinggalan ke media online; mini blogging dan social network.

Disamping itu bahasa Indonesia juga dirusak oleh berbagai kata maupun istilah dari bahasa mancanegara (karena sebetulnya tak ada bahasa yang asing), yang diambil dan dipakai secara asal tanpa diketahui jelas arti dan maksud sebenarnya.
Bahasa atau dialek daerah lainnya yang saya kira ikut andil merusak bahasa Indonesia adalah bahasa Jawa. Oleh para penutur bahasa Jawa tak jarang dengan seenaknya memasukkan kata-kata dalam bahasa Jawa kedalam bahasa Indonesia dengan mencampurnya ketika berbahasa Indonesia. Misalnya saja; “Lha wong dari tadi saya nunggu disini,” atau “Mbok ya jangan begitu” atau “tak tunggu kamu disana”, dan sebagainya. Ini baru beberapa contoh saja yang sering terdengar dalam percakapan lisan.


Selain itu menurut saya yang juga tak kalah andilnya ikut merusak bahasa Indonesia; kaum yang mengaku intelektual yang seenaknya memungut kata-kata dari berbagai bahasa mancanegara, di-Indonesia-kan (yang belum tentu tepat penggunaannya) agar dikatakan berpendidikan. Kemudian berbagai jenis media massa juga ikut-ikutan menambah kerusakan.

Jadi sebetulnya sangat sulit jika ingin memaksakan penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Masing-masing daerah di Indonesia akan berbeda menggunakan bahasa ini secara lisan, tergantung etnis atau suku bangsa apa yang menjadi penuturnya.

Ini contoh penyebutan beberapa kata dari dialek etnis yang berbeda; kata “durian” akan sama sebutannya sesuai tulisan oleh dialek etnis Banjar di Kalimantan, tapi akan berbunyi “duren” jika disebut oleh dialek dari etnis Betawi dan Jawa, berbeda jika disebut oleh etnis dari Sulawesi (khususnya Bugis dan Makassar), akan terdengar seperti bunyi kata “durian” dengan penambahan konsonan “g” di belakangnya.
Begitupun jika kata “komputer”, ada yang menyebutnya sesuai dengan tulisan, tapi ada pula yang melafalkannya dengan “kompiter” maupun “kompyuter” atau “kompiyuter”.


Sepertinya penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar terkendala oleh masing-masing dialek suku bangsa yang jumlahnya di Indonesia ini tidak sedikit. Disamping itu bahasa Indonesia adalah bahasa yang dinamis, selalu berkembang menyerap kata-kata bahasa apapun. Meski akar bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, ini berbeda dengan perkembangan bahasa Malaysia yang memiliki akar yang sama. Saya kira bahasa Malaysia lebih sedikit konsisten tetap mengacu ke bahasa Melayu. Contohnya; ruang gawat darurat jika di Malaysia akan disebut bilik kecemasan. Sedangkan kini ruang gawat darurat di Indonesia sudah beralih menjadi ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat) atau jika di-Inggris-kan bisa menjadi Emergency Installation yang tentu berbeda pengertiannya dengan Intensive Care Unit.