SELAMAT DATANG DAN BERKUNJUNG DI ISP 68 BLOG
Kencing Solar Cepat Kaya, Subsidi Menguap - ISP68

Xticker

Merangkai Kata Merajut Asa

Definition List

   # 

Selasa, 04 Maret 2014

Kencing Solar Cepat Kaya, Subsidi Menguap

foto : antarasultra.com
“Kalau berminat beli solar industri dibawah harga Pertamina, kami bisa usahakan,” tawar seorang kenalanku kepada temannya yang sedang memerlukan BBM jenis solar dalam jumlah banyak untuk keperluan aktivitas pertambangan.

Makin giatnya aktivitas pertambangan batubara di daerahku, membuat BBM jenis solar sangat dicari dan diminati oleh para pengusaha tak terkecuali para warga yang punya modal untuk melakukan pembelian BBM jenis ini.

Selain Solar yang dipasok dari depot PT. Pertamina dengan harga industri non subsidi, para pengusaha bidang pertambangan juga memasok Solar dari berbagai sumber yang tidak jelas asal usulnya, yang tentunya dengan harga cukup “miring” bila dibanding melakukan pembelian menggunakan Delivery Order (D.O) dari PT. Pertamina.

“Masalah D.O dari Pertamina kan bisa diatur nantinya, itu cuma formalitas, paling-paling nanti kalau dalam pengangkutannya mendapat pemerikaan aparat berwenang ujung-ujungnya tetap juga keluar duit,” jelas kenalanku itu meyakinkan teman yang ditawarinya.

Yang namanya Solar di daerahku sudah setara dengan emas. Jenis BBM ini sudah membuat orang menjadi OKB alias Orang Kaya Baru ataupun Orang Terlanjur Kaya (seperti Bang Madid di sinetron Islam KTP, hehehe…..).

Bayangkan saja, solar setiap harinya selalu saja cepat ludes di semua SPBU di daerahku. Usut punya usut ternyata…….solar untuk umum yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual per liternya sebesar Rp. 4.500, oleh pihak SPBU dijual kepada para pembeli dan pengumpul (di daerah kami disebut Pelangsir) dengan harga per liternya sebesar Rp. 4.700.

Para pelangsir tersebut selain menggunakan mobil, sepeda motor, bahkan juga tong kecil (jerry can) berkapasitas 25 liter. Mereka rela antri dan menunggu di SPBU berbaur dengan kendaraan bermotor umum.

Para pelangsir ini jumlah mereka puluhan, bahkan lebih banyak ketimbang kendaraan milik umum. Mereka membeli solar dari jumlah paling sedikit 25 liter hingga ratusan liter, yang dalam seharinya mereka melakukan pembelian di semua SPBU di daerahku yang satu sama lain jaraknya tak begitu berjauhan.

Hasil pembelian solar di tiap SPBU ini ada yang mereka kumpulkan atau ditimbun hingga mencukupi 1 mobil tangki yang berkapasitas 5 ribu liter untuk kemudian dijual dan dikirim ke lokasi tambang, ada pula para pelangsir yang langsung menjualnya kepada para pengumpul.

Menurut beberapa pelangsir, dalam 1 liter solar yang mereka beli dari SPBU, dijual cepat ke para pengumpul, mereka memperoleh keuntungan rata-rata sebesar Rp. 2 ribu. Jika dapat membeli sebanyak 100 liter saja dalam sehari dari SPBU, maka sudah nyata mengantongi untung kotor Rp. 200 ribu. Tapi menurut mereka pula, jika seharinya hanya dapat membeli sebanyak 100 liter, ini pekerjaan malas. Ada saja diantara para pelangsir itu dalam seharinya bahkan dapat membeli hingga 1.000 liter, wow……..gede untungnya, dan pasti cepat kaya.

Ulah para pelangsir ini tentu saja sangat menjengkelkan para pemilik kendaraan umum yang akan mengisi solar. Karena tak jarang para pelangsir tersebut tak mengikuti jalannya antrian sebagaimana mestinya. Mereka masuk dari pintu yang berlawanan, menyerobot antrian orang lain. Hal ini karena antara para pelangsir sudah ada kerjasama dengan para oknum aparat kepolisian yang “ngepam” di tiap SPBU. Bahkan oknum tersebut mengambil kesempatan ikut jadi pelangsir dengan bekerjasama dengan orang lain.

Nah, kondisi demikin terjadi di darat. Di laut terdapat istilah “kencing”. Istilah ini untuk menyebut kapal-kapal yang kebanyakan adalah jenis kapal tunda (tugboat) penarik tongkang batubara. Kapal-kapal ini hampir seluruhnya menjual solarnya kepada para pembeli.

Transaksi solar “kencingan” ini mereka di tengah laut, biasanya lebih aman mereka lakukan pada malam hari. Solar dari tangki mesin yang jumlahnya ribuan liter disedot dipindahan dan dijual kepada pembeli yang datang menggunakan kapal-kapal kayu dengan perlengkapan tong-tong besar.

Harga solar kencingan tersebut malahan lebih miring daripada harga umum bersubsidi yang dijual di SPBU. Dan lebih hebatnya lagi justru pihak pembeli yang mematok harga. Bila pihak penjual yang dalam hal ini adalah kapal tunda tak mengikuti harga tawaran pembeli, maka tentu saja solar tak jadi dibeli. Padahal pihak pembeli selalu membawa uang dalam bentuk tunai (cash and delivery). Para pembeli minyak kencingan kapal tunda ini di daerahku disebut dengan istilah “Pengopek”, entah kata dari mana dicomot rasanya tak begitu penting, yang jelas transaksi yang mereka lakukan adalah illegal dengan telah merugikan pihak lain.

Sama halnya “Pelangsir” di darat, para “Pengopek” ini juga mengumpulkan hasil pembelian solar mereka untuk kemudian dijual ke para pengusaha tambang dengan harga sedikit murah dibawah harga solar industri yang ditetapkan pemerintah melalui PT. Pertamina.

Kegiatan ilegal seperti ini tampaknya bukan sembarangan. Karena para pemainnya berlindung dibalik legalitas yang mereka miliki. Mereka ini ada yang memiliki kontrak suplai dari depot PT. Pertamina. Namun ini hanya mereka gunakan untuk sebagai kedok seolah solar yang diperjual belikan semuanya berasal dari suplai PT. Pertamina.

Namun yang namanya kegiatan ilegal, selalu ketahuan para aparat. Jadinya para pemain solar ini selalu menganggarkan yang namanya “dana taktis” untuk pihak-pihak terkait dan berwenang yang dalam hal ini adalah oknum-oknum di kepolisian dan TNI-AL yang bertugas di daerahku.

Aku tidak heran jika banyak pos aparat petugas di daerahku seperti ; Polisi Kesatuan Penjaga Pantai dan Pelabuhan (KPPP), Polisi Perairan (polair) yang terbagi menjadi Polair Polres, Polair Polda, dan Polair Mabes Polri yang dilengkapi dengan kapal pemburu seperti kapal perang kemudian juga dari TNI-AL yang juga ikutan “ngepos”, padahal setahuku para aparat petugas tersebut jarang sekali kedengaran aktivitasnya yang menyangkut kepentingan masyarakat. Yang terdengar sering justru mereka mengamankan kapal yang bertransaksi BBM ilegal di laut, lalu pelakunya dimintai duit puluhan hingga ratusan juta rupiah, dan kapal berikut pelakunya dilepaskan.