Sangat keterlaluan saya kira bila pengawasan terhadap aktivitas pertambangan batubara ataupun jenis mineral lainnya, hanya dilakukan sekali atau dua kali saja dalam setahun.
Bagaimana mungkin institusi teknis semacam Dinas Pertambangan dan Energi, lebih banyak bekerja di belakang meja ketimbang berada di lapangan agar benar-benar mengetahui kondisi riil terhadap aktivitas pertambangan, apakah benar-benar bekerja sesuai aturan, atau malahan melakukan aktivitas ilegal.
Pengawasan sebanyak sekali atau dua kali dalam setahun ini diterapkan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu, sebuah Kabupaten di Kalimantan Selatan yang sangat kaya dengan deposit mineral batubara dan bijih besi.
Ini sesuai yang diungkapkan oleh Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu, Dwijono.
Ini sesuai yang diungkapkan oleh Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu, Dwijono.
Padahal menurutnya terdapat tak kurang dari 70 perusahan pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang dulunya bernama Kuasa Pertambangan (KP).
Maraknya kegiatan pertambangan di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, terutama batubara, diketahui selama ini tidak saja oleh para pemegang IUP, tapi tak sedikit yang bekerja secara ilegal alias Pertambangan Tanpa Ijin (PETI).
Perihal aktivitas penambangan batubara secara ilegal di Tanah Bumbu ini bukan isapan jempol, nyata, bahkan sangat diketahui benar-benar oleh institusi penegak hukum dari tingkat Polsek, Polres, Polda, bahkan tak menutup kemungkinan Mabes Polri.
Perihal aktivitas penambangan batubara secara ilegal di Tanah Bumbu ini bukan isapan jempol, nyata, bahkan sangat diketahui benar-benar oleh institusi penegak hukum dari tingkat Polsek, Polres, Polda, bahkan tak menutup kemungkinan Mabes Polri.
Sangat sering, terlalu sering bahkan terdengar dari mulut para pelaku PETI disana kalau mereka itu memiliki beking orang-orang hebat; AKBP Anu, Kombes Anur, atau Jenderal Anu.
Pernyataan tersebut keluar mengalir dari mulut mereka dengan tujuan untuk melegalisasi aktivitasnya, seolah ingin menyatakan; loe jangan main-main, beking gue orang hebat, tak mungkin kegiatan gue dihentikan.
Pernyataan tersebut keluar mengalir dari mulut mereka dengan tujuan untuk melegalisasi aktivitasnya, seolah ingin menyatakan; loe jangan main-main, beking gue orang hebat, tak mungkin kegiatan gue dihentikan.
Pernyataan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu yang menyatakan pihak bukan soal berani atau tidak terkait penertiban terhadap indikasi adanya PETI, saya kira cuma semacam kamuflase untuk menutupi ketidak berdayaan instansinya.
Jika melihat kondisi riil di lapangan, serta pengawasan yang hanya paling banyak dua kali dalam setahun, Dinas Pertambangan jelas-jelas tak berani. Apalagi menghadapi para perusahaan pelaku PETI yang tak segan-segan “menyuap” siapa saja agar bisa menyingkirkan seorang Pejabat yang tak disenangi dan dianggap mengganggu aktivitas mereka.
Dwijono berdalih, soal penertiban terhadap para pelaku PETI adalah tugas pihak Kepolisian yang dalam hal ini adalah Polres.
Jika melihat kondisi riil di lapangan, serta pengawasan yang hanya paling banyak dua kali dalam setahun, Dinas Pertambangan jelas-jelas tak berani. Apalagi menghadapi para perusahaan pelaku PETI yang tak segan-segan “menyuap” siapa saja agar bisa menyingkirkan seorang Pejabat yang tak disenangi dan dianggap mengganggu aktivitas mereka.
Dwijono berdalih, soal penertiban terhadap para pelaku PETI adalah tugas pihak Kepolisian yang dalam hal ini adalah Polres.
Apa yang bisa diharapkan dari institusi Kepolisian di daerah untuk memberantas PETI, sementara oknum-oknumnya selain banyak yang terlibat pada aktivitas penambangan ilegal dan yang berkaitan, juga menjadi beking di balik kegiatan ilegal itu.
Penertiban terhadap para pelaku PETI sering dilakukan, cuma tampaknya lebih sering ditujukan terhadap para pelaku yang dianggap tak mau atau melenceng dari “aturan main”.
Penertiban terhadap pelaku PETI dengan menahan dan mengamankan alat-alat berat, ujung-ujungnya kebanyakan adalah 86 alias diselesaikan dengan “jalan damai”, bayar sejumlah uang, yang menurut informasi per unit excavator antara Rp 50 juta hingga lebih, tergantung negosiasi.
Alat-alat berat yang diamankan oleh pihak Kepolisian sebagai hasil operasi penertiban PETI, kebanyakan tak ada pelakunya, dianggap barang temuan. Yang aneh tentu saja barang bukti yang dianggap temuan itu bisa ada pihak yang mengeluarkannya dari pengamanan pihak Kepolisian.
Penertiban terhadap para pelaku PETI sering dilakukan, cuma tampaknya lebih sering ditujukan terhadap para pelaku yang dianggap tak mau atau melenceng dari “aturan main”.
Penertiban terhadap pelaku PETI dengan menahan dan mengamankan alat-alat berat, ujung-ujungnya kebanyakan adalah 86 alias diselesaikan dengan “jalan damai”, bayar sejumlah uang, yang menurut informasi per unit excavator antara Rp 50 juta hingga lebih, tergantung negosiasi.
Alat-alat berat yang diamankan oleh pihak Kepolisian sebagai hasil operasi penertiban PETI, kebanyakan tak ada pelakunya, dianggap barang temuan. Yang aneh tentu saja barang bukti yang dianggap temuan itu bisa ada pihak yang mengeluarkannya dari pengamanan pihak Kepolisian.
Tanah Bumbu, sering diparodikan sebagai tanah yang banyak memiliki bumbu; salah satunya aktivitas penambangan secara ilegal yang seolah-olah legal karena sangat bebas tanpa bisa direm oleh pihak-pihak terkait dan berwenang, karena ibarat pepatah, antara pelaku dan aparat penegak peraturan dan hukum adalah, “iya kandang, iya babi.”