Pantasan beberapa hari tak tampak. Biasanya ia nongkrong tak jauh dari kios sembako dimana aku sering belanja keperluan.
“Tadi malam Mahdi ditemukan warga di lubang pembuangan sampah yang berair cukup dalam, tubuhnya sudah membusuk dan mulai dirubung belatung,” cerita Nurdin, temanku pemilik kios sembako.
“Pantas beberapa hari ini tak tampak di tempatnya biasa nongkrong,” sahutku sambil membayangkan sosoknya ketika masih hidup; berjalan seperti orang linglung.
Mahdi, sebut saja nama itu, seorang pemuda pengangguran berumur 20-an tahun. Warga di sekitar kios sembako itu cukup mengenalnya. Sehari-hari Mahdi cuma minta-minta uang kepada orang-orang yang memarkir kendaraan bermotor di depan beberapa kios sembako dan toko-toko elektronik.
Mahdi bukan tukang parkir, ia hanya meminta uang saja layaknya seorang pengemis.
Uang yang ia peroleh dari meminta-minta, dibelikan lem yang memiliki aroma khas, biasanya disebut lem fox, karena bergambar hewan rubah atau musang bulan.
Oleh Mahdi lem tersebut dibungkus plastik, aromanya ia hirup. Menurut beberapa orang temannya sesama penghirup lem, setelah menghirup aroma lem itu, akan menimbulkan efek semacam yang dirasakan oleh para pengguna Narkoba.
Entahlah bagaimana rasanya, cuma mereka yang pernah memakainya saja.
Kematian Mahdi diperkirakan banyak orang; ia terjatuh ke lubang pembuangan sampah ketika dalam kondisi trance usai menghirup lem fox.
“Mungkin ia mau buang air, terpeleset hingga terjatuh kedalam lubang, dan tak seorang pun yang mengetahuinya,” prediksi beberapa warga sekitar tempat kejadian.
Itu cerita mengenai Mahdi, penghirup lem yang tewas secara tragis.
Cerita lainnya adalah seorang remaja tanggung yang menurut perkiraanku masih berstatus pelajar.
Remaja tanggung itu kutemukan dalam kondisi paranoid. Ia tampak sangat ketakutan ketika aku memergokinya di sebuah lokasi perumahan yang mangkrak karena pembangunannya belum diteruskan oleh developernya.
Aku memergoki remaja tanggung itu saat mengambil jalan pintas melewati lokasi perumahan akan pulang ke rumah.
“Om ini polisi, ya ?” tanyanya sambil menyembunyikan sesuatu dibalik kaos yang dipakainya.
“Memangnya kenapa kalau polisi ?” Aku balik bertanya dengan nada yang sengaja kubikin berwibawa.
“Jangan tangkap saya ya om, saya cuma memakai lem fox aja, bukan narkoba,” sahut remaja itu sambil memperlihatkan lem yang dibawanya.
Belum sempat aku memberinya nasihat agar tak menggunakan lem tersebut, si remaja keburu lari kabur melalui semak-semak yang rimbun di sekitar lokasi perumahan itu.
Aku hanya memandangi remaja tanggung yang lari dan menghilang dari hadapanku itu.
Aku cuma bisa menatap, membayangkan betapa akan menjadi rusak mental para generasi muda ke depannya jika kita tak dapat menjaga dan membimbing anak-anak kita. Bukan hanya bahaya Narkoba yang mengintai dan mengepung keberadaan kita dan anak-anak kita, tapi juga bahan-bahan sejenis yang memiliki efek setara dengan Narkoba, dan celakanya dijual dan diperdagangkan dengan bebas.