Jangan berlebihan. Orang bijak berkata; berlebihan itu tidak baik, misalnya kelebihan makan dan minum bisa mengakibatkan muntah. Kelebihan api bisa menimbulkan kebakaran, sedangkan kelebihan air berakibat banjir, contoh faktual adalah banjirnya Jakarta dan daerah lainnya. Dianjurkan untuk berlebihan adalah duit, maupun harta.
Jangan berlebihan. Presiden SBY dalam buku tulisannya yang berjudul “Selalu Ada Pilihan”, menyindir para Calon Presiden (Capres) yang ia anggap berlebihan dalam iklan kampanye politiknya.
SBY beranggapan para Capres itu sebagai berlebihan dengan penampilan yang tak sesuai dengan kenyataan mereka dalam kesehariannya. Jika berlebihan menurut SBY justru bisa dianggap rakyat sebagai orang yang pandai bersandiwara. Bisa juga dianggap sebagai sebuah pencitraan, dan kemungkinan hanya menjalankan nasihat atau skenario dari Tim Pencitraan.
Sah-sah saja memang untuk melakukan apapun yang dianggap terbaik untuk menarik simpati dan minat seseorang untuk memilih, meski sebetulnya apa yang dicitrakan pada sebuah iklan itu jauh dari hal yang sebenarnya.
Iklan, coba simak semua iklan yang on air di media elektronik maupun yang off air berupa baliho, spanduk, umbul-umbul, stiker, ataupun di media cetak; semua mencitrakan yang baik dan bagus, mengesankan lebih unggul daripada yang lainnya. Kalau yang mencitrakan yang jelek tentu bukan iklan namanya, silakan Anda cari sendiri istilah sebutannya.
Biarkan saja semua wahana ataupun media dipenuhi oleh berbagai iklan pencitraan figur; Capres, Caleg, Cagub, Cabup, maupun Cakades. Apakah sesuai atau tidak antara iklan dengan kenyataan sebenarnya, itulah iklan, biarkan tiap orang yang menilainya. Urusan bersimpati, berminat untuk kemudian tertarik dan memilih, akan tergantung sejauh mana iklan tersebut efektif dan sesuai dengan tujuannya. Ingat, jangan berlebihan, dan selalu ada pilihan.
*Sumber : Republika Online
Jangan berlebihan. Presiden SBY dalam buku tulisannya yang berjudul “Selalu Ada Pilihan”, menyindir para Calon Presiden (Capres) yang ia anggap berlebihan dalam iklan kampanye politiknya.
SBY beranggapan para Capres itu sebagai berlebihan dengan penampilan yang tak sesuai dengan kenyataan mereka dalam kesehariannya. Jika berlebihan menurut SBY justru bisa dianggap rakyat sebagai orang yang pandai bersandiwara. Bisa juga dianggap sebagai sebuah pencitraan, dan kemungkinan hanya menjalankan nasihat atau skenario dari Tim Pencitraan.
Sah-sah saja memang untuk melakukan apapun yang dianggap terbaik untuk menarik simpati dan minat seseorang untuk memilih, meski sebetulnya apa yang dicitrakan pada sebuah iklan itu jauh dari hal yang sebenarnya.
Iklan, coba simak semua iklan yang on air di media elektronik maupun yang off air berupa baliho, spanduk, umbul-umbul, stiker, ataupun di media cetak; semua mencitrakan yang baik dan bagus, mengesankan lebih unggul daripada yang lainnya. Kalau yang mencitrakan yang jelek tentu bukan iklan namanya, silakan Anda cari sendiri istilah sebutannya.
Biarkan saja semua wahana ataupun media dipenuhi oleh berbagai iklan pencitraan figur; Capres, Caleg, Cagub, Cabup, maupun Cakades. Apakah sesuai atau tidak antara iklan dengan kenyataan sebenarnya, itulah iklan, biarkan tiap orang yang menilainya. Urusan bersimpati, berminat untuk kemudian tertarik dan memilih, akan tergantung sejauh mana iklan tersebut efektif dan sesuai dengan tujuannya. Ingat, jangan berlebihan, dan selalu ada pilihan.
*Sumber : Republika Online