Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS terutama yang terkait Kesehatan akhir-akhir menjadi perbincangan hangat, karena keberadaannya sangat bersentuhan dengan masyarakat secara langsung disebabkan menyangkut kesehatan; pembiayaan pengobatan penyakit yang biayanya tak sedikit.
Perbincangan terkait BPJS Kesehatan ini meliputi banyak hal mulai dari cara pendaftaran menjadi peserta yang walaupun persyaratan cukup mudah namun masih menyisakan keluhan disebabkan tak semua warga calon peserta memiliki rekening tabungan di bank. Lalu pasca pendaftaran yang harus menunggu tenggang waktu 14 hari baru BPJS dapat diberlakukan, karena para peserta yang dalam kondisi sakit tak mungkin dapat menunggu hingga sampai tenggang waktu diberlakukan.
Ada pula dari kalangan Aparatur Sipil Negara atau PNS yang mengeluhkan terkait iuran BPJS yang membebani mereka.
"Saya dan istri saya sama-sama PNS, untuk pembayaran BPJS baik saya maupun istri saya dikenakan keduanya. Mestinya kan selaku kepala rumah tangga cukup saya sendiri saja yang dikenakan bayar iuran BPJS," ungkap seorang PNS di lingkup Pemkab Tanah Bumbu, yang dibenarkan pula oleh beberapa PNS yang pasangan mereka juga sama berstatus PNS.
courtesy : serikatnews |
Kondisi seperti yang dialami oleh para PNS itu juga dialami oleh pekerja di sektor swasta tapi memiliki pasangan yang berstatus PNS.
"Suami saya adalah karyawan perusahaan swasta yang jadi peserta BPJS Kesehatan, bayar iuran, sementara saya pun juga bayar iuran pula, mestinya yang bayar iuran adalah kepala keluarga saja," keluh seorang wanita PNS.
Tanggapan pun jadi bermacam menyangkut keberadaan BPJS Kesehatan ini antara yang pro dan kontra. Terdapat diantaranya tanggapan yang menyarankan sebaiknya terkait asuransi kesehatan ini dikembalikan seperti semula misalkan diberlakukan kembali Jamsostek dan sejenisnya.
"Adanya kondisi seperti pungutan atau pembayaran iuran yang double itu disebabkan tidak update-nya data di BPJS. Dan hanya BPJS yang memisahkan jaminan untuk asuransi kesehatan dari asuransi ketenagakerjaan, mestinya kedua jaminan asuransi itu jadi satu atau include," tanggapan dari seorang Dokter di satu Puskesmas di Tanah Bumbu.
Terdapat pula cerita yang cukup menggelitik dari seorang peserta BPJS Kesehatan ketika berobat di satu Puskesmas di Tanah Bumbu. BPJS dianggap semacam voucher yang memiliki batasan pelayanan yang memiliki tenggat jumlah pelayanan alias expired services.
"Ketika saya berobat di satu Puskesmas, petugas disana mengatakan saya hanya punya kesempatan berobat sebanyak 3 kali saja di Puskesmas selanjutnya saya diharuskan bayar," ungkap warga peserta BPJS yang seolah memegang kartu BPJS tak ubahnya kartu voucher belanja.
Dan juga keberadaan BPJS Kesehatan ini dianggap hanya sebagai sarana meringankan beban pesertanya bukan penyelesai masalah, karena BPJS Kesehatan tak meng-cover seluruh biaya yang harus ditanggung pasien, paling cuma 50 persen. (ISP)