Permainan yang satu ini sangat digandrungi oleh banyak pria di seluruh dunia tak terkecuali di Indonesia meskipun prestasi sepakbola kita tak pernah konsisten berkembang dan maju meraih prestasi kelas dunia.
Sepertinya kebanyakan rakyat negeri ini harus terus puas menjadi penonton sendiri ataupun nonton bareng (Nobar) perhelatan sepakbola 4 tahunan yang diikuti oleh pesepakbola sejagat yakni Piala Dunia (World Cup). Tim Sepakbola kita tampaknya harus puas dulu dengan prestasi di seputar regional Asia tenggara atau ASEAN.
Sudahlah, cukup itu dulu sebagai pembuka tulisan saya ini. Karena bukan masalah prestasi sepakbola Indonesia yang akan saya bahas, tapi sesuatu yang mirip dengan permainan sepakbola.
"Apakah dalam permainan sepakbola seorang pemain boleh protes kepada wasit ?"
Jawabannya; tentu boleh. Karena kalau si pemain yang mendapat hukuman merasa dirinya tak bersalah, atau pemain lawan ia duga melakukan kesalahan; ia punya hak untuk protes, tapi wasit pun berhak pula atas keputusannya, sehingga sama-sama punya hak.
Namun permainan sepakbola sejalan dengan perkembangan jaman, juga ikut berkembang tak terkecuali dalam hal pengadilan terhadap para pemain di lapangan. Karena keputusan wasit maupun 2 hakim garis bisa saja salah, karena mereka juga manusia. Kalau wasit dan 2 hakim garis salah dalam memberikan keputusan, maka tentu akan ada pihak yang dirugikan.
Nah, supaya keputusan para pengadil di lapangan tak menimbulkan kerugian di pihak pemain dan klubnya, maka ditambah dengan penggunaan perangkat pembantu yang dinamakan Video Assistant Referee (VAR) yang dioperasikan oleh beberapa orang untuk memantau setiap gerakan yang dilakukan oleh para pemain yang sedang berlaga.
Penggunaan VAR tersebut bukanlah hal yang baru di dunia sepakbola. Kompetesi sepakbola di Amerika Serikat atau Major League Soccer (MLS) sudah menggunakannya yang kemudian disusul dengan digunakannya di Piala Dunia tahun 2018 di Rusia.
Sekian dulu pula saya membahas soal VAR.
Saya membandingkan antara permainan sepakbola dengan pelaksanaan Pilkada; pelaksanaan kampanye, praktik money politic, pencoblosan hingga penghitungan suara; yang bisa saja terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh Paslon dan merugikan Paslon lainnya.
Seperti halnya permainan sepakbola, pemain pun boleh-boleh saja protes jika terdapat dugaan pelanggaran tapi tak digubris oleh wasit maupun hakim garis. Kalau di sepakbola pemain yang protes ke wasit bisa saja minta agar memutar ulang tayangan di perangkat VAR yang terdapat di luar lapangan atau tepatnya ditempatkan di tepi lapangan; agar bisa dilihat kembali apakah telah terjadi pelanggaran atau tidak. Sedangkan untuk Pilkada, peserta Pilkada atau Paslon juga boleh menyatakan protes dan tidak terima atas hasil kerja penyelenggara dan pengawas Pilkada yang dalam hal ini KPU dan Bawaslu, caranya tentu saja berbeda dari permainan sepakbola, tetapi protesnya dengan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), adil kan ?
Kalau nantinya gugatan ke MK disidangkan dan dihasilkan keputusan, maka itulah hasil keputusan yang harus diterima oleh penggugat, dan artinya kemenangan Paslon yang digugat adalah kemenangan yang sebenarnya. (21/12/20)