SELAMAT DATANG DAN BERKUNJUNG DI ISP 68 BLOG
Akankah Bahasa Banjar Musnah Oleh Bahasa Campuran ? - ISP68

Xticker

Merangkai Kata Merajut Asa

Definition List

   # 

Kamis, 06 Maret 2014

Akankah Bahasa Banjar Musnah Oleh Bahasa Campuran ?

Dialeknya waktu berbicara dalam bahasa Indonesia masih bernuansa dialek Banjar, bahasa etnis mayoritas yang mendiami wilayah Kalimantan Selatan. Bahasa Banjar Beliau pun masih sangat fasih.
Padahal beliau ini puluhan tahun tinggal di pulau Jawa, bahkan beristrikan wanita dari etnis Jawa pula.


Paman Arief, begitulah aku dan saudara-saudaraku memanggil beliau. Nama lengkap beliau adalah Muhammad Arief Amrullah. Jika di depan dan belakang nama yang cukup panjang tersebut ditambah dengan gelar akademik, maka selengkapnya adalah Prof. DR. Muhammad Arief Amrullah, SH, M.Hum.
Beliau ini merupakan sepupu mendiang ibuku. Siapa sebenarnya beliau ini ?
Beliau adalah Mantan Dekan pada Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember (Unej) Jawa Timur.


Paman Arief ini sejak menamatkan SD meninggalkan kampung kelahirannya di Lontar Kecamatan Pulau Laut Barat, satu diantara kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan.

Kotabaru terkenal dengan lagunya; ~~~Kotabaru gunungnya bamiga, bamiga…….umbak manampur di sala karang~~~
Begitulah sebait syair dari lagu yang sudah sangat terkenal ke seantero nusantara, namun sangat sedikit yang tahu persis dimana letak Kotabaru sebenarnya, apalagi pernah menginjakkan kakinya disana, yang konon di perut bumi pulau yang lebih kecil dari pulau Bali itu terdapat deposit batubara yang sangat besar.


Lontar berada di ujung barat dari Pulau Laut tersebut, pulau yang terpisah dari daratan pulau kalimantan yang dipisahkan oleh selat bernama selat Laut.
Paman Arief sejak menamatkan SD, meneruskan SMP, SMA, dan perguruan tinggi-nya di pulau Jawa.


Meski Paman Arief ini jarang pulang, beliau masih sangat fasih berbahasa Banjar. Sedangkan beberapa teman sekolahku yang belum terlalu lama tinggal di pulau Jawa, sudah ingin melupakan bahasa daerahnya, jadi ikut-ikutan berbahasa Indonesia dialek Betawi (Jakarta), atau ada pula yang bahkan berbahasa Jawa yang logatnya medok sudah seperti orang jawa.

Terkadang tak sedikit orang yang tak mau diketahui asal usul daerah dan bahasanya. Karena tak ingin dikatakan orang yang datang dari pelosok kampung, sehingga menutupi asal-usulnya.

foto : tabalongkab.go.id

Aku bangga terhadap Paman Arief, meski sudah jadi orang hebat, tapi tetap dengan identitas kampungnya yang masih melekat.
Dengan tekad dan kerja keras, orang kampung pun bisa menjadi hebat. Contoh faktual bagiku adalah pamanku ini, yang orantuanya hanyalah seorang guru di perkampungan terpencil yang pada era 1970-an hanya bisa dihubungkan dengan transportasi laut.
Kini untuk mencapai Pulau Laut, Kotabaru, bisa ditempuh dengan transportasi darat dari Banjarmasin dari arah selatan, maupun dari wilayah Kaltim dari arah utara, yang terdekat adalah wilayah Kabupaten Paser Tanah Grogot yang mana wilayahnya berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Kotabaru.
Mencapai Kotabaru dapat pula melalui penerbangan dari Bandara Syamsudin Noor Banjarbaru ke Bandara Gusti Syamsir Alam Stagen di Kotabaru. Pesawat terbang yang melayani rute ini adalah jenis Cessna atau Gand Cessna dan Twin Otter. Selain dapat langsung terbang ke Kotabaru, juga bisa melewati penerbangan dari Bandara Syamsudin Noor ke Bandara Bersujud yang berada di Batulicin Tanah Bumbu. Yang melayani rute penerbangan ke Kotabaru adalah maskapai penerbangan Susi Air, sedangkan yang ke Batulicin Tanah Bumbu adalah maskapai penerbangan Jhonlin Air Transport milik seorang pengusaha tambang batubara lokal yang sangat terkenal, yakni H. Syamsuddin Arsyad atau akrab dipanggil H. Isam.


Perjalanan darat ke Kotabaru menggunakan mobil atau jenis kendaraan bermotor lainnya, akan ditempuh dengan menghabiskan waktu setengah hari. Cukup jauh memang, namun jangan kuatir jalannya sudah beraspal hotmix, melewati wilayah Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu.
Sesampai di Batulicin, perjalanan mobil ke Kotabaru akan diteruskan dengan naik kapal motor penyeberangan atau ferry yang akan memakan waktu sekitar 1 jam menyeberangi selat laut ke pelabuhan di Tanjung Serdang. Setibanya dan turun di Tanjung Serdang, perjalanan masih diteruskan dengan memakan waktu sekitar kurang dari 1 jam, barulah tiba di kota Kotabaru yang berlokasi tepi laut dengan pemandangan gunung Sebatung yang menjulang tinggi, dan bamiga (ber-mega), atau disaput oleh awan pada pagi hari.


Kotabaru dihuni oleh mayoritas etnis Banjar, kemudian Bugis, Mandar, Bajo (Bajau), Jawa, serta etnis lainnya dari berbagai daerah di Indonesia yang datang mengadu nasib dan peruntungan di bidang pertambangan dan perkebunan yang tersebar di hampir seluruh wilayah Kabupaten Kotabaru.

Perihal putra Kotabaru yang berhasil di luar kampung halamannya, tak cuma Paman Arief, konon Denny Indrayana, Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, merupakan putra daerah Kotabaru. Entah benar atau cuma sekedar isu, silakan tanya langsung ke Bung Denny, hehehe......

Sebetulnya bila secara keseluruhan di Kalsel, ‘urang Banjar’ yang sudah sukses, jadi hebat dan terkenal pun sudah banyak, dan sudah cukup terkenal pula secara nasional. Sebut saja; mendiang KH. Ideham Khalid, tokoh NU yang pernah menjabat sebagai Ketua DPA. Beliau ini lahir di Satui, kampung yang terletak di tepi sungai Satui yang kini masuk dalam wilayah Kabupaten Tanah Bumbu. Di era Orba ada Sya’adillah Mursyid, mantan Menteri Sekretaris Kabinet. Kemudian Mendiang Mayjen (Purn) ZA. Maulani, Mantan Pangdam VI/Tanjungpura. Selanjutnya Mendiang Syamsul Mu’arif (mantan Menkominfo), Taufik Effendi (mantan Menteri PAN-RB), dan Gusti Muhammad Hatta (Menristek).

Dari kalangan artis dan selebriti kita mengenal grup band Radja yang digawangi Iyan Kasela, penyanyi grup Java Jive, Fathur, vokalis grup rock Power Metal, Arul Efansyah, lalu drummer grup GIGI, Gusti Hendy, ada lagi Olla Ramlan, dan Terry Naharyana Enani Putri yang lebih dikenal dengan nama Terry Putri, seorang Presenter tivi, Tommy Kaganangan, Bopak Castello, Pevita Pearce dan lainnya.
Tapi apakah mereka semua itu masih sering berkomunikasi menggunakan bahasa Banjar, entahlah.
Bahasa daerah tampaknya semakin hari semakin digilas oleh bahasa campuran (mix language) yang tak keruan, yang tak mustahil suatu saat nanti bahasa daerah termasuk bahasa Banjar ini cuma tinggal nama saja.


Bubuhan urang Banjar barataan, napa habarnya ?